English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Wednesday, January 12, 2011

JABATAN Milik Manusia atau Milik Allah ?

Abd.Razak Muhidin
Selesailah sudah tanggung jawab masyarakat Batam melaksanakan pemilu wako/wawako pada 05 Januari 2011, berselang hampir sepuluh hari ini. Bila mengikuti perhitungan cepat ( Kuick Count ) yang dipublikasikan oleh media cetak maupun elektronik, berikut alat komunikasi yang lain, semuanya memaklumi pasangan dari kandidat mana yang mendahului kandidat yang lain yang bisa dipastikan sebagai pemenangnya.

Melihat partisipasi masyarakat yang semakin menurun ketika pelaksanaan pemilu secara terbuka dan transparan, sebagaimana Batam Pos jumat, 07/01/2011 bahwa prosentase partisispasi masyarakat dalam pilwako/wawako Batam 05 Januari lalu hanya berkisar pada 43%. Sebuah jumlah yang semakin menurun bila dibanding dengan prosentase pada Pileg April 2009 = 60%, Pilpres Juli 2009 = 59%, Pilgub Mei 2010 = 49%. Sebuah prosentase yang menunjukkan bahwa demokrasi yang selama ini memperTuhankan rakyat bahwa suara rakyat adalah suara tuhan ( The voice people is the voice of God ), ternyata banyak tuhan yang tidak datang menyampaikan suaranya di TPS. Bandingkan saja dari jumlah pemilih tetap untuk Pilwako Batam 2011 yaitu 679.745 hanya 296.870 suara yang sah. Antara tuhan yang datang dan tidak datang ke TPS ada satu kejanggalan, bahwa tuhan-tuhan itu ( maaf ) ada yang tidak tahu cara coblos sehingga suaranya terbakar. Artinya ( maaf ) tuhan yang tidak tau coblos itu tidak diajarkan cara coblos yang benar, lebih jauh lagi artinya ( maaf ) tuhan masih bodoh yang tidak tahu cara coblos yang benar. Tuhan yang diada-adakan oleh konsep demokrasi seperti ini sangat rancu, baik dalam tataran social politik maupun aqidah.

Tuhan menurut konsep demokrasi seperti ini kita sebut sebagai sangat rancu karena Tuhan menurut aqidah Islam adalah Tuhan yang tidak salah, Tuhan dalam aqidah Islam juga adalah Tuhan yang tidak perlu diajarkan tentang cara pencoblosan, Tuhan dalam aqidah Islam juga adalah Tuhan yang tidak bodoh sehingga memerlukan pengajaran ( sosialisasi ) tentang pemilu. Lalu menakar keberadaan system dan makhluk ciptaan Allah yang selalu diliputi oleh kekurangan dan kelemahan, maka demikianlah konsep demokrasi yang tidak luput dari kekurangan itu. Sehingga dalam perjalanannya, banyak ditemui kecurangan demokrasi misalnya politik uang. Dalam kaitannya dengan politik uang dimana ada diantara cara yang dilakukan adalah membeli suara rakyat dengan uang, maka bisa ditafsirkan bahwa tuhan dalam demokrasi masih miskin sehingga perlu dibayar. Sementara ada yang melakukan demonstrasi dari pihak yang tidak setuju dengan hasil pemilu, maka dari sini dapat dikatakan bahwa tuhan demokrasi dalam hal ini masih bersungut-sungut, merepek sana sini. Ataupun pengaduan keadilan dari pihak-pihak yang merasa dirugikan, semisal ada yang melakukan sabotase, black campaign, maka tuhan dalam demokrasi juga bisa mencurangi dan mendzalimi tuhan yang lain. Naudzubillah, padahal Tuhan dalam aqidah Islam adalah Tuhan yang sempurna yang tidak ada kekurangan pada-Nya.

Bila dirunut lebih jauh agar lebih mempertahankan hujjah ( alasan ) bahwa konsep suara rakyat adalah suara tuhan menurut doktrin demokrasi itu benar karena mereka ( rakyat ) yang datang ke TPS memberikan suaranya itu, adalah mewakili tuhan, karena tidaklah mereka itu bergerak melangkahkan kaki dari rumah menuju TPS dengan kemauannya sendiri tetapi adalah dengan niat yang baik, memilih pemimpin yang baik untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan agama. Andaikan hujjah seperti ini yang dipertahankan, maka bagaimana dengan kecurangan-kecurangan yang terjadi sebagaimana tersebut diatas, apakah tuhan juga yang menggerakkan mereka untuk curang, atau dibeli-beli dengan rupiah ? Ataukah syetan yang membujuk rayu agar mereka melakukan kejahatan demokrasi? Sedangkan Tuhan yang sebenarnya ( Allah ) berfirman bahwa kebaikan itu datang dari pada-Nya, sedangkan kejahatan itu datang dari manusia itu sendiri ? Sungguh nahas kalau perbuatan jahat dialamatkan kepada Allah sebagaimana aqidah Jabariah. Oleh karena itu konsep suara rakyat adalah suara tuhan adalah sesuatu yang bukan hanya keliru tetapi salah menurut Islam. Menyamakan makhluk dengan Tuhan adalah syirik dalam ajaran Islam, sedangkan syirik adalah dosa yang tidak akan diampuni oleh Allah SWT.

Konsep suara rakyat suara tuhan dalam demokrasi sebagaimana tersebut diatas bila ditinjau dari segi ilmu ushul, maka sangat jauh dari Islam, sangat rawan konflik karena cendrung pada konsep sekuler. Ajaran sekuler adalah ( ajaran, fahaman, doktrin ) yang menjauhi agama dalam segala aktifitas social dan politik. Padahal dalam Islam segala hal ihwal social politik tidak bisa dipisahkan dengan agama. Bila agama dipisahkan dengan segala aktifitas social, maka sangat rawan menimbulkan kecurangan dan sangat rawan menimbulkan konflik. Memanipulasi suara, politik uang dan kecurangan lain yang terjadi sebagaimana tersebut diatas, semua itu akibat dari menjauhi politik dari jangkauan agama. Padahal dalam Islam segala aktifitas social politik tidak bisa dipisahkan dari agama. Karena agama mengajarkan kejujuran dan keadilan itu terpuji yang akan dibalas oleh Allah sedangkan kecurangan itu tercela dan ada azabnya disisi Allah, maka orang tidak akan menipu, tidak curang dalam menakar dan menimbang. Banyak orang yang mengaku beragama saja masih melakukan kejahatan apalagi bila dipisahkan dari agama maka kecurangan pasti terjadi.

Lain halnya lagi, konsep demokrasi sebagaimana tersebut diatas juga seakan meletakkan pangkat dan jabatan adalah milik mutlak manusia, Tuhan ( Allah ) seakan tidak ada haknya dengan kekuasaan yang ada pada manusia. Padahal dalam Islam manusia hanyalah mandataris Allah sebagai pemimpin di muka bumi. Karena mandataris Allah, maka dalam kepemimpinan ( jabatannya ) manusia harus mengacu segala kebijakannnya berorientasi pada kebijaksanaan Allah. Kepemimpinan ( jabatan ) yang mengacu pada kebijakan Allah yaitu memenej segala ihwal kehidupan untuk kesehjahteraan masyarakat, memberikan keadilan, melindungi yang lemah, melestarikan alam dan melindungi satwa. Singkat kata jabatan pada manusia hendaklah diarahkan untuk amar makruf nahi mungkar.

Bila jabatan yang dimandatkan oleh Allah kepada manusia untuk beramar makruf nahi mungkar, maka bisa dikatakan bahwa Allah tidak mungkin datang ke dunia untuk memerintahkan orang menegakkan shalat, karena itu mandataris Allah yang mendapatkan jabatan hendaklah memerintahkan orang untuk shalat. Allah tidak mungkin datang ke dunia untuk mengembalikan orang yang berbuat kemungkaran, karenanya orang yang diberi mandate oleh Allah menjabat sebagai pemimpin hendaklah mencegah perbuatan mungkar itu. Tetapi apabila mengambil kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan Allah, maka jabatan yang ada justru menjadi alat kesombongan yaitu menentang Allah dan mendzalimi sesame. Orang akan menjadi rakus, buas, ganas, curang, tamak, loba, serakah dll. Semua ini bisa diakibatkan oleh pandangan sekuler, yang tidak melibatkan agama dalam segala aktifitas manusia. Apakah pandangan sekuler seperti ini akan menyelamatkan kita disisi Allah ? Justru Islam mengajarkan bahwa segala bidang kehidupan dan segala aktifitas social disana Allah ikut menentukan berhasil atau tidaknya.

Dalam hal ini Allah SWT berfirman yang artinya “ Katakanlah ya Allah, Engkaulah pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau lenyapkan kekuasaan kepaa siapa yang Engkau kehendaki, Engkau memuliakan siapa yang Engkau kehendaki, dan Engkau menghinakan siapa yang engkau kehendaki. Pada-MU-lah letaknya segala kebajikan sesungguhnya Engkau maha berkuasa atas segala sesuatu“. ( QS. Ali Imran : 26 ). Wallaahu a’lam.

0 comments:

Post a Comment