MIHRAB kita masih seperti beberapa jumat sebelumnya tentang bagaimana menakar hati kita apakah sebagai hati yang baik (sehat), hati yang sakit atau hati yang ada penyakit dan apakah hati yang mati. Betapa sulitnya kita dalam beramal, beribadah tidak tertarik dengan hal-hal keimanan, juga ada bersarang dendam kesumat, iri, dengki sombong dll, semua itu mengindikasikan bahwa hati kita telah mati atau penuh dengan penyakit-penyakit hati. Nah…hati yang sakit atau mati itu bisa disebabkan oleh beberapa hal yaitu banyak bicara, sering mengumbar pandangan mata, terlalu banyak makan, dan terlalu sering bergaul. Keempat penyebab yang meracuni hati menjadi mati atau menjadi penuh dengan penyakit diatas dapat diuraikan dibawah ini.
Yang pertama : Banyak bicara.
Disebutkan dalam kitab al-Musnad, dari Abbas ra dari Rasulullah saw “Iman seorang hamba belum dianggap istiqamah (stabil) sampai hatinya bisa beristiqamah. Dan hati seseorang tidak bisa dikatakan istiqamah sampai lisannya (lidahnya) bisa istiqamah (jujur)”. Dalam hadits ini Rasulullah saw telah mengatakan bahwa syarat seseorang bisa mendapatkan iman yang istiqamah (stabil) harus memiliki hati yang istiqamah. Sedang kan syarat untuk memiliki hati yang istiqamah Rasulullah mengharuskan lisan yang istiqamah (jujur) pula. Hal ini sejalan dengan hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh at-Turmudzi dari Ibnu Umar, “Janganlah banyak bicara selain zikir kepada Allah. Sesungguhnya terlalu banyak bicara yang selain zikir kepada Allah bisa menyebabkan hati menjadi keras. Dan sesungguhnya orang yang paling jauh dari Allah adalah orang yang hatinya keras.”
![]() |
Abd.Razak Muhidin |
Kedua hadits diatas adalah sebuah kewaspadaan kepada orang-orang beriman bahwa dalam kebanyakan bicara bisa saja menyebabkan seseorang menjadi keras hatinya karena semakin ia membumbui pembicaraannya dalam hal-hal yang melampau, berkata dengan perkataan “zuur” perkataan yang bisa membuat orang terlena terutama perempuan, atau bisa berakibat seseorang menjadi pembohong ketika banyak bicara itu. Hal yang sebenarnya tidak ada justru diada-adakan, ini dilarang. Tetapi andaikan banyak bicara tetapi mengandung manfaat, memberikan nasehat yang baik, mensyarah ilmu dll semua ini justru sangat dianjurkan. Semakin banyak orang berbicara menjelaskan suatu ilmu dengan bersandar kepada qur’an dan hadits, sehingga orang menjadi faham dan mengamalkan ilmu tersebut, maka itu bermanfaat adanya dan tidak dicegah. Malah dianjurkan. Oleh karena itu jangan disalahfahami bahwa banyak bicara yang menyebabkan keras hati ini termasuk didalamnya majlis ilmu dll. Sebab kalau tanpa ada majlis ilmu maka manusia akan menjadi bodoh, dan ini tidak disukai. Demikian juga seandainya majlis ilmu yang pensyarah (penceramahnya) tidak berpegang pada kebenaran dan melantur-lantur pada hal-hal “Zuur”, bohong, tertawa sampai menghilangkan kewibawan majlis ilmu, maka dilarang adanya.
Umar bin Khattab ra berkata “Barang siapa yang banyak bicaranya maka dia banyak terjerumusnya. Barang siapa yang sering terjerumus, maka dia akan banyak dosanya. Dan barang siapa yang banyak dosanya, maka neraka lebih berhak baginya”. Hal senada datangnya dari Ibnul Mubarak “Aku melihat dosa-dosa bisa mematikan hati. Terkadang terus menerus berbuat dosa bisa juga menyebabkan kehinaan, meninggalkan dosa-dosa bisa juga menyebabkan hati menjadi hidup, dan yang paling baik untuk dirimu adalah tidak mengerjakan maksiat tersebut”.
Disebutkan dalam sebuah hadits Mu’adz, Rasulullah saw bersabda “Maukah aku beritahu tentang kekuatan semua itu ? (kekuatan Islam). Aku berkata ; mau wahai Rasulullah. Lalu beliau memegang lidahnya kemuadian bersabda “Tahanlah ini (lisan). Aku berkata wahai Nabiyallah apakah kita akan diminta pertangungjawaban tentang apa yang kita ucapkan ?. Rasulullah saw bersabda “Bagaimana kamu ini wahai Muadz, bukankah manusia akan jatuh tertelungkup di dalam neraka diatas wajahnya. Atau beliau bersabda diatas lubang hidungnya karena menuai hasil lisan mereka ?”. Yang dimaksud dengan menuai hasil lisan adalah sebagai balasan dan siksa dari perkataan yang diharamkan. Sesungguhnya manusia itu menanam dengan perkataan dan amal shaleh atau amal buruknya. Kemudian dia akan menuai apa yang dia tanam pada hari kiamat.
Kemudian hadits dari Abu Hurairah “Hal yang paling sering menjerumuskan manusia ke dalam neraka adalah dua lubang. Yaitu lubang mulut dan kelamin”. (HR. Ahmad dan Tirmidzi). Dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim dari Abu Hurairah ra dia berkata “Sesungguhnya seseorang pasti mengucapkan sebuah kata yang tidak jelas (manfaatnya) sehingga dia terjerumus ke dalam neraka akibat kata tersebut (dengan kedalaman yang) lebih jajuh dari jarak timur dan barat”. Tirmidzi menyebut hadits tersebut dengan redaksi “Seseorang pasti mengatakan sebuah kata yang melihatnya sebagai sesuatu yang berbahaya sehingga diia terjerumus ke dalam neraka sejauh perjala-nan tujuh puluh tahun akibat kata tersebut”.
Rasulullah saw bersabda “Barang siapa yang menjamin (menjaga) aku pada sesuatu yang berada diantara kedua tulang rahangnya (mulut) dan sesuatu yang ada diantara tulang pahanya (alat kelamin), maka aku akan menjaminnya dengan surga”. HR Bukhari. Dalam sabda yang lain “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia berkata yang baik atau hendaklah ia diam saja.”. HR. Bukhari Muslim. Perintah Rasul dalam hal ini bisa dipahami sebagaimana paparan diatas bahwa berkata baik itu bermanfaat adanya, tetapi jangan sampai tergelincir pada dosa dan maksiat maka dianjur kan untuk lebih baik berdiam saja. Kenyataannya seseorang yang berdiam diri (tidak banyak) bicara itu sering saja diabaikan orang bahwa terkesan sebagai orang bodoh. Semantara kalau ada orang yang banyak umbarnya (bicaranya) sering saja menjadi pusat perhatian orang. Nah ketika menjadi perhatian orang, maka seseorang sudah dibisikkan oleh syetan bahwa banyak orang terkagum-kagum dengan mu, lalu tergelincirlah ia menjadi orang yang ujub, takabur, sekonyong-konyong tergambar dalam pikirannya dia adalah orator ulung. Semua ini terjadi karena tidak mengontrol diri ketika berbicara. Dalam kondisi seperti ini Nabi mengatakan lebih baik diam.
Nah…dalam diam itu sering dianggap orang sebagai orang bodoh, padahal dalam pandangan Allah dan Rasul-Nya justru dia adalah orang yang beruntung, sehingga Nabi sering mengistaratkan dalam sabdanya bahwa apabila engkau melihat seseorang yang diam, maka dekatilah dia. Mendekati orang yang berdiam diri dalam anjuran Nabi ini tersirat didalamnya ada manfaat yang pasti didapati dari orang tersebut, bahwa dalam diam itu tidak disangka-sangka, dia sedang berzikir. Atau ketika mendekati orang yang diam itu akan keluar kata-kata yang sangat bermanfaat. Sikap diam dalam arti menjaga lidah termasuk sikap dari orang yang dirindukan oleh surga. Sikap diam juga tersimpan didalamnya berbagai macam perenungan yang tidak bisa terungkapkan, apakah karena menyaksikan gelagat manusia yang menyalahi aturan Allah, atau menyaksikan kebesaran Allah yang terlukis pada alam semesta, sehingga tak terasa sampai menetes air mata karena takut kepada Allah. semua ini adalah diam yang bermanfaat. Tetapi pada saatnya ketika seseorang dituntut untuk berbicara karena berbicara saat itu penting untuk menyelamatkan orang dari kegersangan iman, membawa orang keluar dari kebodohan, maka seseorang hendaklah berbicara, dan tidak boleh diam. Wallahu a’lam…. Insya Allah…bersambung.
0 comments:
Post a Comment