English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Thursday, June 13, 2013

ISRA’ MI’RAJ DAN PENGARUH 3 Ta


Pada Jum’at sebelumnya telah kita paparkan tentang Isra’ Mi’raj dalam proses pengobatan penyakit masyarakat yang kita sebut sebagai Patologi Sosial. Bahwa demikianlah hendaknya setiap memperingati Isra’ Mi’raj umat Islam selalu disuguhkan dengan visualisasi kembali akan peristiwa yang dilihat oleh Nabi dalam perjalanan Isra’ Mi’raj itu. Visualisasi tentang harapan yang memotivasi umat Islam agar selalu berbuat baik (beramal shaleh) dan visualisasi tentang ancaman dan hukuman yang bisa membuat gerund (takut) untuk melakukan kejahatan. Kiranya semua visualisasi itu bisa menjadi penawar bagi kecanduan umat dari hal-hal yang dilarang oleh Allah swt, terlebih lagi menghilangkannya sama sekali.

Nah pada MIHRAB kali ini kita masih berada pada tema yang sama yaitu Isra’ Mi’raj yang dilatari oleh 3 Ta. Tidak bisa dinafikan bahwa 3 Ta ini telah meruntuhkan keimanan umat Islam bahkan meruntuhkan peradaban manusia. Dan bila dicermati dengan saksama perjalanan Isra’ Mi’rajnya Nabi saw, Beliau dikehendaki oleh Allah swt untuk lebih mandiri, percaya pada diri sendiri dan menggantungkan harapan dan cita-cita hanya kepada Allah swt. Hal ini bisa dirunut kembali dalam peristiwa Isra’ Mi’raj itu bahwa telah terjadi goncangan yang teramat sangat atas diri Beliau dimana istri dan pamannya ( Sitti Khadijah dan Abu Thalib ) telah dipanggil pulang oleh Allah SWT. Kehilangan kedua tokoh ini sangat besar pengaruhnya dalam perjalanan dakwah Nabi saw sebagai mana yang kita paparkan pada jumat sebelumnya. Nah pada masa yang sama justru ada sesuatu yang direncanakan oleh Allah swt keatas Beliau, dan itu tidak lain adalah peristiwa Isra’ Mi’raj.

Ternyata didalam kejadian yang dialami Nabi saw itu bisa diambil hikmahnya, bahwa Nabi saw telah ditakdirkan oleh Allah swt untuk lebih mandiri (Qa’im ala kasbi), tidak terlalu bergantung pada 3 Ta, sebagaimana yang tercantum dalam judul diatas. Tiga (3Ta) yang kita maksudkan adalah TAHTA, HARTA dan WANITA. Tiga hal ini tidak disebutkan oleh Allah swt secara terang-terangan kepada Nabi saw untuk tidak terlalu menggantungkan harapan pada tiga hal tersebut. Berbeda dengan Nabi Musa as, ketika akan diberi wahyu oleh Allah swt, Nabi Musa dikehendaki agar melepaskan sandalnya. Allah swt berseru di Bukit Tursina “Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tanggalkan kedua terompahmu ; sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwa“. (QS. 20/ Thaaha : 12). Terompah (sandal) yang dikehendaki oleh Allah untuk ditanggalkkan adalah tidak lain dari lambang keduniawian. Artinya untuk sampai pada Allah jangan terlalu bergantung pada dunia. Selanjutnya sandal (terompah) adalah tempat berpijak yang bisa saja terpijak segala macam kotoran yang harus ditanggalkan. Termasuk juga di dalamnya, sandal adalah fondasi yang dikehendaki untuk ditanggalkan dan diganti dengan fondasi yang lebih kuat yaitu iman dan takwa. Segala perjuangan yang diniatkan atau digantungkan pada kepentingan duniawi adalah tidak kuat, Allah menghendaki bergantung hanya kepada-Nya. Singkat kata segala bentuk ketergantungan pada duniawi hendaklah ditiadakan.

Berbeda dengan Nabi saw Allah tidak menyebut 3 Ta itu secara terang-terangan tetapi bila dicermati ternyata penghapusan ketergantungan kepada 3 Ta itu telah terjadi keatas diri Rasulullah saw, atas kehendak Allah swt. Paman Nabi yaitu Abu Thalib adalah orang terpandang di Makkah yang mempunyai kedudukan yang tinggi yang bisa dilambangkan dengan tahta. Sementara istri Beliau (Ummul mukminin Sitti Khadijah ra) adalah wanita yang hartawan. Sungguhpun kedua tokoh ini tidak pernah melakukan kesalahan kepada Nabi saw dengan tahta dan harta mereka dan Nabipun tidak melakukan kesalahan kepada keduanya dalam arti menggantungkan untung nasib kepada keduanya, tetapi dengan kejadian tersebut bisa dimaknai bahwa Allah menghendaki untuk lebih bergantung hanya kepada-Nya.

Setelah kejadian itu lalu tercetuslah peristiwa Isra’ Mi’raj dan semakin kita memaknai bahwa 3 (tiga) Ta tersebut diatas telah membuat orang lupa daratan dan divisualkan oleh Allah swt berupa janji dan harapan yang besar bagi mereka-mereka yang mampu menjaga diri dan visualisasi yang berupa azab dan kesengsaraan bagi mereka yang tertipu olehnya. Tidak bisa dipungkiri bahwa Nabi melihat sekelompok orang yang berhadapan dengan daging yang busuk lalu menyantapnya sementara ada daging yang enak dan segar tetapi mereka tinggalkan. Yang demikian ini tidak lain adalah pagutan dari 3 Ta, yaitu wanita. Orang yang sudah bersuami/istri tetapi berselingkuh itulah gambaran dari visualisasi tersebut. Wanita jugalah yang bisa meruntuhkan atau menghancurkan suatu bangsa sehingga Nabi saw dalam sebuah sabdanya mewanti-wanti agar umatnya waspada terhadap wanita karena kehancuran Bani Israil bermula dari wanita. Demikian, bukan berarti bahwa wanita semuanya jelek, bahkan ada potensi besar pada wanita yang disabdakan oleh Nabi saw sebagai tiang Negara, apabila baik maka baiklah Negara. Artinya wanita hendaklah dijadikan sebagai mediator kearah kebajikan bukan sebaliknya yang justru berakibat fatal.

Yang berikut dari 3 Ta adalah Tahta. Betapa tahta telah menjerumuskan banyak orang, yang dari padanya orang bisa menipu untuk mendapatkan tahta. Orang bisa menjadi munafik, menyalahi janji tidak amanah, saling mencaci maki karena tahta, orang bisa menjual agama karena tahta, orang bisa menjadi penjilat pencari muka karena tahta, bahkan orang bisa saling bunuh membunuh karena tahta. Keseharian kita semakin saja dihadirkan resistensi dari apa yang bernama tahta, dimana pihak yang kalah menjadi beringas, membakar segala asset padahal seharusnya dipelihara, sementara orang yang menang juga ditempuh dengan cara-cara yang tidak wajar. Kesalahan dalam masalah ini juga telah divisualkan oleh Allah swt dalam Isra’ Mi’raj untuk dimaknai oleh umat Islam pada setiap kali merayakannya. Tetapi tidak berarti tahta itu pada umumnya jelek, karena Rasulullah saw dalam sabdanya telah menyebutkan betapa pentingnya tahta yang dari sana teruruslah agama dan segala masalah duniawi dengan sebaik-baiknya, sehingga dalam jumlah yang paling sedikit (tiga orang) pun telah diwajibkan oleh Nabi saw agar mengangkat orang yang memegang tahta (ketua/kepala/imam). Semua ini menjadi peluang bagi siapa saja yang mau memenej tahta itu apakah untuk kebajikan atau untuk maksiat kepada Allah, semua juga telah ada ganjarannya.

Tiga (3 Ta) yang berikut adalah harta. Bila sudah diperbudak harta, maka harta menjadikan pemiliknya menjadi orang yang terjajah. Sempit pandangan, buta mata dan hati, sombong, bangga dll, semuanya bisa bermula daripada harta, sehingga disebutkan bahwa kaya yang sebenarnya adalah kaya jiwa. Bila seorang yang kaya jiwa dia menjadi orang yang arif dan bijaksana dalam segala hal bila dibandingkan dengan orang yang kaya harta. Yang kaya jiwa, dia tidak punya harta benda sehingga semua orang yang datang akan di lihatnya dengan pandangan positif, dilayani dengan baik, penuh persahabatan. Seorang karyawan yang gajinya cuma sedikit tetapi ada orang yang membutuhkan dia mampu memberi. Lain halnya dengan orang yang hanya kaya harta tetapi tidak kaya jiwa maka walaupun dia orang yang berpunya tetapi tidak sekali menghulurkan bantuan. Ini adalah contoh orang yang diperbudak harta, semua orang yang datang dipandang serong, jangan sampai hartanya habis, padahal yang datang bukan untuk itu, tetapi oleh karena dia telah sempit pandangan maka begitulah yang terjadi dalam setiap pandangannya pada orang lain. Yang paling ironis kalau harta diperoleh dengan jalan curang, korupsi, kolusi, nepotisme, komersialisasi jabatan dan kecurangan lainnya, semuanya datang dari penga-ruh harta benda. Demikian….wallaahu a’lam. 

Oleh : Abd.Razak Muhidin

0 comments:

Post a Comment