Imsak dalam pengertian secara harfiah berarti berpegang yang terambil dari kata “Masaka – yamsiku – imsaaku”. Dalam pengertian secara definisi atau secara syar’iyah imsak adalah berpegang pada aturan puasa yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dalam pengertian yang lain, imsak juga berarti menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa. Dua pengetian diatas bisa dimaknai bahwa imsak adalah kehendak atau niat yang teguh/utuh untuk berpegang pada aturan (hukum) Allah dan Rasul-Nya yang mengatur tentang puasa dan berpegang padanya dengan teguh agar tidak membatalkan puasa atau melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.
Imsak dalam pengertian diatas bila dipertautkan dengan puasa, maka menahan diri dalam hal ini berpegang pada aturan Allah bisa saja dibatasi atau dipersempit oleh momentum atau suasana misalnya khusus untuk puasa mulai dari awal sampai akhir Ramadhan, dan bisa juga diperluas melingkupi seluruh wilayagh geografi dan seluruh ajaran Islam. Bila imsak itu hanya diartikan atau dikaitkan dengan puasa Ramadhan maka setelah puasa Ramadhan seseorang tidak lagi berpegang pada aturan-aturan Allah yang mengawasi hidupnya sehari-hari agar tidak kebablasan. Demikian juga bila imsak hanya diartikan dengan ajaran Islam tentang puasa saja, maka ajaran Islam yang lain justru ditinggalkan, padahal seluruh ajaran Islam padanya ada imsak. Imsak pada shalat berarti berpegang teguh dengan aturan Allah dan Rasul-Nya tentang shalat, yaitu menjaga jangan sampai melalaikan shalat, mengabaikan shalat, menjaga diri/menahan diri dari merusakkan /membatalkan shalat dll. Imsak pada zakat berarti berpegang pada aturan Allah dan Rasul-Nya tentang zakat. Demikian juga dengan haji dan ajaran Islam lainnya.
Imsak dalam pengertian yang luas dan menyeluruh sebagaimana disebutkan diatas belum dimaknai dengan semestinya oleh umat Islam sehingga dalam sendi-sendi kehidupan yang lain justru diabaikan begitu saja, tidak ditegakkan sistem Islam itu secara kaffah dan menyeluruh. Imsak hanya dimaknai secara parsial yang diidentikkan hanya untuk puasa apalagi jadwal imsakiyah memang demikian lumrahnya disebarkan atau ditempelkan di rumah, di mushalla, Masjid dll, semuanya turut menjustifikasikan bahwa imsak memang hanya seperti itu. Padahal justru bukan hanya seperti itu yang hendaknya imsak dipahami oleh umat Islam.
Setelah imsak yang dipahami secara parsial, lalu dalam prakteknya imsak dalam arti menahan diri ketika puasa itu kalau tidak dilakukan dengan sebenar-benarnya maka semakin menghilangkan makna imsak itu sendiri. Untuk tujuan dalam arti imsak secara keseluruhan, maka imam Al-ghazali menggariskan imsak (puasa) itu dalam tiga kategori yaitu puasa awam, puasa khawas (puasa istimewa) dan khawasul khawas (puasa super istimewa). Dijelaskan bahwa puasa awam yaitu puasa dari orang-orang kebanyakan yang hanya mengetahui bahwa puasa itu hanya menahan haus dan lapar. Kalau sudah bisa menahan diri dari haus dan lapar, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari, maka itu sudah sangat membanggakan sekali baginya. Amat bangganya dia dengan puasa seperti itu, maka tidaklah menjadi masalah baginya kalau, lagi puasa saling ajak antara sesame geng untuk main judi bersama sebagai selingan menunnggu datangnya waktu berbuka.
Amat bangganya dia dengan puasa hanya sekedar menahan haus dan lapar maka tidak ada masalah baginya kalau sedang berpuasa tetapi masih mengajak teman-teman untuk menonton video porno, atau mengajak kawan-kawan untuk cuci mata yaitu nongkrong di pasar untuk melihat-lihat perempuan yang menampakkan auratnya, apakah penampakan paha, pusar, dada dll. Bahkan minum arak itu hanya dilarang ketika berpuasa, sehingga bila matahari sudah terbenam dan sudah berbuka puasa, maka untuk melampiaskan keseharian yang tidk bisa teller, justru malamnya dilampiaskan di bar dan tempat mabuk lainnya. Lalu siangnya puasa kembali. Puasa dalam kategori seperti itu sudah amat-amat dibanggakan sehingga bila tiba hari raya idul fitri, ketika orang datang bertamu, bersalaman di rumahnya, maka yang dibeberkan adalah puasanya itu. “Syukur tahun ini saya bisa puasa sampai sebulan”. Dia tidak sadar bahwa tidak ada arti apa-apanya puasa-nya seperti itu dihadapan orang yang lebih dalam memahami imsak itu.
Terus puasa dalam kategori kedua yaitu puasa khawas (puasa istimewa). Puasa dalam kategori ini yaitu puasanya orang-orang yang bukan hanya sekedar menahan makan dan minum, tetapi sudah semakin ditingkatkan tarafnya. Dia sudah bisa menghindari segala dosa dan maksiat, mmenjauhi segala kesalahan dan keingkaran kepada Allah swt. Bahkan dengan puasa itu semakin ditingkatkan pengabdian kepada Allah, selama ini dia tidak menunaikan shalat, justru bersamaan dengan puasa itu dia juga mulai mendirikan shalat, dan kewajiban-kewajiban yang lainnya juga sudah mulai ia laksanakan. Kalau dia yang selama ini terlibat dengan kegiatan perjuadian, pelacuran, pemabukan dll, maka ketika datangnya Ramadhan dia telah meninggalkan semua itu, walaupun konsekwensinya dia harus hidup susah. Dia hilang kerjaan karena mau berpuasa dengan sebenarnya, padahal selama ini dialah orang yang melakukannya.
Dan setersusnya puasa khawasul khawas (puasa super istimewa) yaitu puasa yang terfokus kepada Allah dan menghindari segala ingatan yang rendah yang menyangkut dengan urusan duniawi. Puasa dalam kategori yang ketiga ini sulit didapati kecuali pada para Nabi, para wali dan orang-orang arifin billah. Mereka bukan hanya meningkatkan amaliyah tetapi mnghindari segala ingatan selain Allah. Mereka hanya memfokuskan ingatan kepada Allah yaitu zikrullah (berzikir kepada Allah) sampai waktunya berbuka puasa. saking asyiknya mereka memfokuskan diri seperti itu maka ingatan untuk mem-persiapkan makanan dan minuman waktu berbukka juga tidak ada sama sekali. Lalu bagaimana kalau dia mau berbuka nanti ? Sudah tentu karena dia tidak mengambil pusing dengan semua itu maka seadanya saja, apa yang bisa dia pakai berbuka, itulah dia. Kalau yang dia dapat itu air putih itulah air putih dll.
Para nabi memang berpuasa demikian sehingga segala yang berwujud dibawah dari Allah swt dipandang rendah yaitu segala urusan duniawi. Ada disyukuri tidak ada tidak terlalu merepotkan mereka. Dari itulah maka para Nabi dan orang-orang arifin billah tidak pernah dijerat oleh kasus-kasus duniawi, dimana kasus duniawi itu berupa uang dollar/ dinar dan dirham, juga berupa pangkat dan jabatan, kecantikan wanita dll. Tetapi berbalik dari bila puasa yang kita lakukan belum total atau belum membersihkan jiwa kita dari pengaruh duniawi, maka dalam perjalanan hidup kita pasti saja akan terjerat oleh tipu daya duniawi sebagaiana disebutkan diatas, yaitu uang ringgit, harta benda, pangkat dan jabatan dll. Dari rakyat jelata bisa menjadi mencuri, sedangkan bagi para elit bisa menjadi koruptor dll. Maka mari eningkatkan puasa kita sebagaimana judul diatas yaitu berpuasa secara total. Wallahu a’lam. Oleh : Abd.Razak Muhidin
0 comments:
Post a Comment