![]() |
Abd. Razak Muhidin |
Salah satu diantara gaya hidup dizaman modern adalah bepergian ke mana-mana dalam rangka relaksasi atau istirahat dari segala kesuntukan yang terjadi, terutama masyarakat perkotaan yang memang selalu diliputi oleh kesibukan di sana sini. Bekerja adalah tuntutan hidup bahwa tidak ada hidup yang tidak ada kerja, walaupun dalam volume yang berbeda tetapi semuanya dituntut untuk bekerja demi memenuhi kebutuhannya. Karena volume yang berbeda itu maka kesibukan antara yang satu dengan yang lain juga berbeda, semakin tinggi kedudukan dan pelayanan yang penting bagi orang lain, maka semakin tersita waktu dan menguras tenaga. Stress, frustrasi, depresi, strok dll adalah merupakan dampak lain dari kesibukan dan kesuntukan itu. Nah…salah satu diantara penawar dari kesuntukan itu adalah relaksasi, istirahat, termasuk didalamnya adalah wisata yaitu pergi ke mana-mana, keluar daerah atau keluar negeri untuk mendapatkan ide baru atau spirit dan semangat baru agar semakin bergairah meneruskan tugas sehari-hari.
Kebutuhan akan istirahat dengan bepergian kemana-mana ini telah disadari oleh manusia, maka tercetuslah berbagai macam agensi yang menawarkan jasa bagi mereka-mereka yang hendak berwisata itu. Strategi dan cara yang digunakan untuk menarik para wisatawan juga berbeda-beda, yaitu promosi melalui media massa baik cetak maupun elektronik, iklan dll semuanya dilakukan dengan tujuan menarik minat para wisatawan untuk berkunjung ke destinasi wisata itu. Keperluan akan promosi dan iklan ini sudah pasti menghabiskan banyak biaya, maka keperluan untuk datang ke destinasi wisata yang dipromosikan itu juga pasti menghabiskan banyak biaya. Maka urusan wisata dalam skala seperti ini hanya bisa dijangkau oleh mereka-mereka yang mempunyai biaya sedangkan bagi mereka-mereka yang tidak punya biaya biasanya karena kebetulan, yaitu karena ada keberhasilan yang diraih sehingga ditanggung biayanya oleh penyelenggara dll.
Sebenarnya urusan atau kebutuhan berwisata ini bukan hanya dilakukan oleh mereka-mereka yang mempunyai biaya, tetapi siapa saja bisa melakukannya dengan caranya sendiri walaupun dengan biaya yang paling minim yang bisa ia jangkau. Untuk keperluan semua lapisan masyarakat dalam hal wisata ini baik dari kalangan bawah sampai elite maka Allah juga punya cara promosi tersendiri agar manusia hendaklah berjalan di muka bumi dan mengambil pelajaran dari perjalanan itu. Tidak lain pelajaran yang dimaksud-kan adalah dalam rangka menyadari kekerdilan diri di hadapan Allah swt, silaturrahmi dan berkenalan antara sesama, serta meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt. Promosi wisata dari Allah swt itu tercantum dalam bnayak ayat dalam Alqur’an, diantanya dalam surat ar-Rum ayat 9. “Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang yang sebelum mereka. Orang-orang itu adalah lebih kuat dari mereka (sendiri) dan telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah mereka makmurkan……”.
Ayat diatas sangat jelas tujuan bepergian yang paling penting adalah menambah iman dan takwa kepada Allah swt dengan meemperhatikan saki baki peninggalan masa lalu dari mereka-mereka yang bertakwa dan yang durhaka kepada Allah swt. Bila datang ke tempat yang disana ada peninggalan orang-orang shaleh dari para Rasul, para wali dll, semua itu akan memberikan inspirasi keimanan kepada pengunjungnya. Tidak berarti datang ke tempat peninggalan orang-orang sholeh itu dilabelkan sebagai kufur, syirik kepada Allah tetapi di sana ada manfaat yang dapat dipetik. Sekurang-kurangnya datang ke tempat-tempat seperti itu ada nuansa keagamaan yang terpantul dari sanubari, bila disana kita pasti mendengar orang membaca Alqur’an, shalawat dll kita pasti terbawa pada suasana yang keinsafan. Yang salah apabila datang ke tempat itu lalu mengharap barokah dari orang sholeh yang ada dalam kuburan, karena telah terputuslah segala amaliyah kecuali tiga perkara yang terus menyertai kita. Apabila telah mati (meninggal) anak Adam maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga perkara yaitu ilmu yang bermanfaat, shadaqah jariyah dan anak shaleh yang mendoakan kedua orang tuanya. Tiga hal ini niscaya tidak akan putus walaupun si empunya diri telah meninggal dunia, karenanya ketika datang di tempat keramat dll, hendaklah memasang I’tikad yang lurus kepada Allah swt.
Kembali pada substansi masalah yaitu wisata religi bahwa Allah menghendaki agar kita mengadakan perjalanan di muka bumi sebagaimana firman-Nya “Katakanlah…berjalan-lah di muka bumi kemudian perhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang mendus-takan ayat-ayat Kami….”. Orang beriman dalam sikapnya terhadap ayat ini berbeda dengan orang yang hanya melakukan perjalanan hanya untuk relaksasi, rekreasi, bahkan hura-hura. Karenanya segala fasilitas yang tersedia bukan menambah keimanan kepada Allah justru untuk bermaksiat kepada Allah. Agensi-agensi wisata tentu menyadari semua ini sehingga hal-hal yang bersifat komersil yang mendatangkan devisa (uang) yang lebih ditonjolkan dari pada nuansa keagamaan yang akan mendekatkan manusia kepada Allah swt. Tidak dipungkiri demi tujuan komersil tersebut maka disediakan disana minuman keras, muzik dan wanita peghibur, tidak terkecuali wanita pelacur.
Sekali lagi orang beriman berbeda tampilannya ketika berwisata yang dalam hal ini adalah untuk menambahkan keimanan kepada Allla swt. Dia sadar benar bahwa ditempat wisata itu pasti ada pemandangan yang indah, maka tidak disia-siakannya kesempatan itu bahwa memandang alam semesta dalam rangka menyadari kekerdilan diri di hadapan Allah adalah salah satu diantara 7 (tujuh) hamba Allah yang mendapat perlindungan di hari kiamat. Semua keindahan alam itu dinikmatinya dengan saksama, ada gunung, teluk, ada perahu nelayan dengan layarnya yang sayu berlayar menuju daratan setelah melaut seharian, ada burung-burung laut yang menghias angkasa juga awan gemawan. Apalagi di gunung Bromo ketika matahari terbit bahwa suasana di waktu itu tidak ada duanya di dunia, sungguh dia sangat menikmati panorama itu lalu bercucuranlah air matanya mengingat kebesaran Allah swt. Bahkan tidak cukup, di sekitaran itu pasti saja ada mata air yang jernih suci, atau dialirkan pada kran-kran yang cantik, atau mata-mata air oase di tengah gurun dia lalu berwudhu dan melaksanakan shalat dhuha ketika matahari telah beranjak naik itu. Nuansa seperti ini terasa lebih kental ketika berada di tanah suci apakah untuk menunaikan haji atau umrah.
Dibawah bayangan piramida yang terkenal sebagai tempat menyimpan raja-raja Mesir kuno, dia berkunjung ke sana bukan hanya sekedar kebanggaan untuk diabadikan dalam kamera lalu dipajangkan di album foto, tetapi dia justru menyadari bahwa raja-raja Mesir kuno itu ada diantaranya yang di murkai oleh Allah swt lantaran ada yang mengaku diri sebagai Tuhan. Fir’aun adalah lambang kesobongan manusia di muka bumi, dia semakin tersadarkan bahwa sehebat dan seagung manapun manusia pasti bakalan mati, yang apabila mati maka keagungan yang selama ini dibangga-banggakan tidak berguna sama sekali. Bila berada di sekeliling ka’bah justru semakin dekat ia kepada Allah, di maqam Rasullullah, semakin rindu dan menyayangi Beliau, di multazam dll. Bila dia mendatangi selat Bosporus, arah pandangan tidak akan luput kepada Masjid biru dan selat yang menjadi kenang-kenangan ketika tentara Islam gagah berani memasuki negeri Andalusia (sepanyol) dan menaklukkan negeri itu, tetapi kini hanya tinggal kenangan. Wisata pada dasarnya bermanfaat untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt, tetapi bagaimana kalau hanya untuk tujuan rekreasi, komersil dan bermaksiat kepada Allah ?. Wallahu a’lam.
0 comments:
Post a Comment