Abdul Razak Muhidin |
Salah satu tanda dari sifat orang munafik adalah berkata bohong, yang dalam pengertiannya adalah mengungkapkan / mengatakan sesuatu yang tidak benar, atau menyembunyikan kebenaran atau makna-makna yang setara dengannya. Sifat munafik yang lain adalah bila berjanji diingkari dan bila dipercayai dikhianati. Dalam prinsip bina’ul ummah ( kebangunan umat ), munafik dipandang Islam sebagai sosok yang sangat-sangat berbahaya, lebih berbahaya dari kaum kafir ( Atheis ). Sejarah mencatat gembong munafik Abdullah bin Ubay yang membuat helah pada perang uhud. Ketika akan berangkat Abdullah bersama pengikutnya masih menunjukkan kesetiaan kepada Rasulullah SAW dan kaum muslimin. Tetapi dalam perjalanan Abdullah bersama 300 pengikutnya membelot, sehingga pasukan Islam yang tadinya 1000 orang, kini tinggal 700 orang yang melawan musuh sebanyak 3000 lebih. Maka sejak saat itu Abdullah bin Ubay ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya sebagai kepalanya kaum munafik.
Munafik dipandang Islam sebagai yang sangat berbahaya ketimbang orang kafir atau Atheis, sebab orang kafir jelas ternampak oleh kaum muslimin, bahwa mereka adalah kelompok yang memusuhi kaum muslimin. Sedangkan munafik justru tidak diketahui. Tetapi Orang munafik sering saja bersama dengan kaum muslimin, berjalan seiring, berbicara seia sekata, dan berkawan sesama. Tetapi keberadaannya ditengah kaum muslimin hanya pura-pura ada udang dibalik batu, atau ada tujuan-tujuan spionase, mencari sejauh mana kekuatan dan kelemahan kaum muslimin. Bila segala ihwal kaum muslimin telah terhimpun, dia lalu berbalik bersama musuh, membeberkan segalanya lalu bersama memerangi kaum muslimin. Kata pepatah yang identik dengan tingkah pola kaum munafik adalah menjegal kawan seiring, menggunting dalam lipatan, yang berlidah cabang, atau pisau silet depan tajam belakang tajam.
Sungguh jelas perbedaan antara orang kafir dan munafik adalah dalam kondisi aslinya tetapi dalam amil atau perlakuannya, orang kafir sering malakukan hal seperti yang dilakukan oleh orang munafik. Orang kafir yang bisa dipastikan kekafirannya adalah orang kafir yang berada pada barisannya ketika akan memerangi kaum muslimin. Tetapi orang kafir yang kesehariannya hidup berdampingan dengan kaum muslimin hanya bisa dipastikan perbedaannya dengan kaum muslimin adalah aqidah dan keimanannya. Bila perbedaan seperti ini menjadi tolok ukurnya, maka semakin sulit membedakan antara kafir dan munafik, sebab diantara kaum musliminpun bisa menjadi munafik. Bahkan dalam kalangan orang kafirpun ada yang munafik. Singkat kata orang kafir bisa jadi munafik dan orang muslimpun bisa jadi munafik. Dalam kategori seperti ini maka semua yang berkeyakinan selain Islam dan bertuhan selain Allah, adalah kafir dalam pandangan Allah . Dalam hal ini Allah SWT berfirman yang maknanya bahwa penyembah selain Allah ( Penyembah Thaghut ) adalah kafir, penyembah benda-benda alam adalah kafir, penyembah manusia adalah kafir, penyembah banyak tuhan adalah kafir.(QS.5:72-73)
Nah… sebagaimana disebut diatas bahwa seorang muslimpun bisa menjadi munafik, apalagi yang kafir, adalah sebuah kenyataan yang dialami oleh umat Islam pada era globalisasi yang menghadirkan konspirasi kaum kafir keatas umat Islam. Diamana-mana kaum kaum kafir bisa saja berteman dengan umat Islam, jalan seiring sepergaulan, berkolaborasi dalam ekonomi, pendidikan, social, pertahanan keamanaan dll, tetapi semua hanyalah menampilkan kebohongan, dan tingkah pola munafik lainnya. Kenyataan inilah maka umat Islam sering menjadi korban dari kaum kafir, yang selalu melakukan makar keatas umat Islam. Dalam al-Qur’an disebuatkan bahwa penyembah-penyambah thaghut semuanya membenci umat Islam dan agamanya, mereka ingin agar umat Islam kembali menjadi kafir. Sifat orang kafir yang demikian ini bisa difahami bahwa orang kafir besar potensinya menjadi munafik, ketimbang orang beriman. Walaupun orang beriman bisa menjadi munafik. Toto Tasmara dalam “Dajjal symbol Syetan” menyebut bagaimana konspirasi kaum kafir yang ingin menjahannamkan umat Islam dan agamanya.
Sifat pembohong merupakan biang, asal mula dosa dan kesalahan sehingga dalam sebuah riwayat ada seorang sahabat yang berterus terang kapada Rasulullah SAW “ Yaa Rasul !… saya ini seorang yang cinta kepada Allah. Bagus jawab Rasulullah. Saya juga cinta kepada anda yaa Rasul !...kata sahabat itu lagi. Rasulullah menjawab itu juga bagus. Tetapi saya juga cinta pada dosa yaa Rasul, kata sahabat itu lagi. Saya suka judi, saya suka mabuk, teller, apalagi zina. Tidak apa-apa lakukan saja, tetapi kamu jangan bohong.” Demikian jawaban dan nasehat Rasulullah. Nah setelah itu ketika dia sahabat itu akan melakukan dosa zina, dia ingat akan pesan Nabi “Jangan bohong”. Timbul kegoncangan dalam batinnya “Wah…kalau saya melakukan dosa, lalu bila ditanya oleh Rasulullah, apa jawabannya ya ? Kalau saya tidak bohong maka sudah tentu saya akan dijatuhi hukuman hudud, tapi kalau saya bohong dosa saya berlipatganda. Pertama dosa kerena zina dan kedua berbohong kepada Rasul”. Akhirnya dia tidak melakukan dosa tersebut. Ternyata jawaban dan nasehat Nabi yang sederhana itu bisa melumpuhkan kebiasaan jahat dari sahabat tersebut.
Mafhum mukalafah (Feed back) dari kisah diatas, bahwa andaikan tidak ada kebohongan atau andaikan kejujuran itu dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari maka sangat boleh jadi orang tidak akan berbuat dosa, tidak akan menyalahi hak orang lain, tidak akan curang dll. Demikian juga sebaliknya. Disini semakin luas persepsi bohong yang hanya dipahami sebagai mengungkapkan sesuatu yang tidak benar, semakin luas wahananya bahwa bohong juga terjadi pada perbuatan yang tidak benar. Seseorang yang tidak sholat bila ditanya dia menjawab sudah sholat berarti dia berbohong. Kebohongan dalam hal ini ada dua yaitu lewat perkataannya dan yang kedua dia berbohong lewat perbuatannya. Dia tidak sholat berarti dia sudah berbohong kepada Allah dan berbohong pada dirinya sendiri. Betapa sulitnya berbohong pada diri sendiri sehingga sementara ini orang berkata bahwa orang lain bisa dibohongi, tetapi diri sendiri dan Allah tidak bisa dibohongi.
Entah disadari atau tidak, asumsi seperti ini benar adanya, sehingga para ahli tasauf menyebut bahwa dalam hati manusia itu ada titik nuktah yang melambangkan Allah, sehingga segala perlakuan manusia hampir sama seperti Allah. Sehingga apapun kejahatan dan dosa yang dilakukan oleh manusia, walaupun dia seorang yang tidak beragama, dia pasti saja akan berbisik dalam hati kecilnya bahwa apa yang saya lakukan ini adalah tidak betul atau membohongi dirinya sendiri. Orang yang tidak beragama saja berbisik seperti itu apalagi orang yang beragama. Karenanya manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang memiliki potensi bertuhan ( beragama ). Lebih jauh dari itu Allah telah berfirman bahwa segala kebohongan dan segala yang dirahasiakan pada harinya nanti akan ditampakkan. Ini tercamtum dalam QS. 86 : 9 - 10 yang artinya “ Pada hari yang ketika itu segala rahasia akan ditampakkan. Maka tiadalah baginya kekuatan dan tiadalah seorang penolong “.
Dalam ayat ini sangat nyata disebutkan bahwa segala rahasia akan ditampakkan, salah satu rahasia itu adalah kebohongan yang akan diadili oleh Allah kepada pelakunya, sehingga difirmankan pada ayat berikutnnya bahwa tidak ada kekuatan dan penolongpun ketika itu untuk menghalangi hukuman Allah SWT. Insya Allah bersambung…Wallahu a’lam bish-shawwaab. @...raz*.
0 comments:
Post a Comment