English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Saturday, April 24, 2010

ISLAM DAN PERBURUHAN Bagian.1

Abdul Razak Muhidin
BURUH merupakan sebuah permasalahan kompleks yang dihadapi oleh masyarakat yang beranjak menuju proses industrialisasi ataupun pada masyarakat yang sudah mendapat statuta masyarakat industrial. Dalam masyarakat seperti ini maka seseorang tertuntut untuk melibatkan diri sebagai pekerja atau buruh untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari demi kepentingan diri dan keluarganya sekaligus sebagai bentuk pelayanan kepada masyarakat lainnya. Bidang-bidang lain semisal agraris nyaris tidak teralokasi bahkan tidak dikenal oleh masyarakat industrial lantaran sempitnya lahan atau tanah olahan, berikut pemanfaatan areal yang lebih bersifat komersial yang mendatangkan inkam yang lebih kepada masyarakat. Dalam kondisi seperti ini maka satu-satunya alternative bagi masyarakat industri adalah melibatkan diri dalam dunia pekerjaan. Bila sudah terlibat dalam bidang kerjaan maka sudah tentu ada dua pilihan yang harus dilakukan apakah mau menjadi pengusaha / majikan atau menjadi buruh/ pekerja.

Demi menjamin keselarasan hubungan antara majikan dan buruh juga hak-hak yang harus diakui oleh keduanya dan pihak-pihak yang terkait maka dirumuskan undang-undang untuk mengatur kepentingan bersama. Islam dalam hal ini telah mengatur tentang masalah buruh lewat firman Allah SWT dan sabda Nabi SAW yang memotivasi para buruh dan majikan. Buruh digesa agar bekerja dengan rajin, giat dan sungguh-sungguh sementara majikan digesa agar menunaikan hak-hak buruh dengan adil, jujur dan kasih sayang. Antara buruh dan majikan dikehendaki agar tidak melakukan intimidasi, sabotase, manipulasi dan sejenisnya. Demikian validitasnya sebuah undang-undang sipil, apalagi Islam yang mengusung misi Allah dan Rasul-Nya.

Dan katakalah ; bekerjalah kamu. Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang beriman akan melihat pekerjaanmu. Dan kamu akan dikembalikan kepada yang maha mengetahui yang ghaib dan yang nyata ( Allah ) ; maka Dia akan memberitakan kepadamu tentang apa yang kamu kerjakan “. Salah satu diantara firman Allah dalam QS. 9 : 105 diatas menjadi motivasi dalam dunia perburuhan, bahwa Islam menjamin hak-hak buruh, Islam mengawasi pihak-pihak yang terlibat didalamnya yaitu majikan dan buruh juga yang terkait dengannya semisal pemerintah. Allah menjadi pengawas sekaligus sebagai hakim dalam segala aktifitas pekerjaan. Sudah tentu Allah tidak bisa dibohongi. Karenanya walaupun ada aturan yang sengaja diciptakan untuk membohongi buruh dari majikan dan sebaliknya Allah juga yang mengetahui dan akan mengadili perkara tersebut sesuai dengan janji Allah dalam firman-Nya diatas.

Firman diatas juga tersurat dengan jelas bahwa Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman akan menjadi saksi dari pekerjaan seseorang. Kenyataannya para rasul sudah tidak ada maka yang akan mengawasi dan terlibat dalam interaksi langsung dengan para buruh adalah orang-orang beriman dalam hal ini manusia yaitu mereka-mereka yang berkepentingan dengan kaum buruh. Bila berbicara tentang pengawasan/saksi yang melibatkan manusia, Allah tidak menyebut dengan sebutan al-Insan dan tidak pula menyebut dengan an-Naas yang artinya manusia, tetapi Allah menyebut orang-orang beriman yang menjadi saksi. Ini menunjukkan bahwa keterlibatan manusia dalam masalah buruh hendaklah dilandasi oleh keimanan kepada Allah SWT. Lebih lanjut Allah mengkhususkan orang beriman sebagai mitra/patner, pengusaha dan buruh yang beriman, bukan orang kafir. Karenanya orang beriman yang melakukan kecurangan dalam masalah perburuhan dia bisa dikatakan tidak beriman dan sebaliknya orang kafir yang bisa menjamin hak-hak buruh dan menjauhi praktek-praktek curang, walaupun kenyataannya dia orang kafir tetapi dia mampu mengaplikasikan tuntunan Allah dan rasul-Nya. Bila keimanan menjadi para meternya, maka orang beriman yaitu orang yang mengetahui sah batal, halal haramnya sesuatu tetapi mempraktekkan kecurangan posisinya lebih jelek dalam neraka dari penyembah berhala sebagaimana dalam sabda Nabi SAW.

Kondisi seperti ini yang tengah dialami oleh masyarakat dunia dewasa ini bahwa di Negara-negara yang beragama non Islam justru kemaslahatan buruh lebih terjamin ketimbang di Negara-negara yang kebanyakan penduduknya beragama Islam. Ini bisa dimaklumi bahwa kemandirian sebuah Negara dalam menangani masalah buruh belum ada, sedangkan Negara-negara yang kebanyakan beragama non Islam kemandirian dalam mengatur perburuhan telah ada. Ini ditandai oleh expansi ekonomi global yang meng usung liberalisasi dalam semua bidang, dengan system kapitalis yang ingin mengaut keuntungan yang besar dengan modal yang kecil, buruh termasuk diantara oknum yang menjadi korbannya. Para investor dan perusahaan asing yang menanamkan modalnya disebuah Negara sangat berperan menentukan merah hitamnya dunia perburuhan di sebuah Negara. Faktor lain yang menyebabkan terpuruknya masalah perburuhan adalah belum siapnya financial dan proyeksi komersial dikebanyakan Negara terutama Negara-negara yang sedang berkembang, sehingga perburuhan diatur menurut ketentuan atau paket asing.

Menyimak firman Allah dalam QS. 9 : 105 diatas behwa kenyataannya para Rasul telah tiada tetapi mengapa para rasul juga ditetapkan oleh Allah sebagai saksi dalam dunia perburuhan? Disini dapat diambil hikmahnya bahwa para rasul dengan tunjuk ajarnya lewat sabda dan haditsnya juga suri tauladannya menjadi bahan pengawasan/saksi kepada semua pihak yang terlibat dalam dunia ketenagakerjaan/ buruh. Para rasul selain mengem ban misi suci mentauhidkan Allah SWT dan menjauhkan manusia dari penyembahan berhala. Mereka para rasul tidak hanya menjadi contoh dalam ibadah mahdhah yaitu sholat umpamanya, adalah ibadah yang menyentuh langsung ketauhidan kepada Allah, tetapi mereka para rasul juga terlibat langsung dalam masalah perburuhan untuk menjadi contoh bagaimana menjadi seorang buruh, bagaimana menjadi majikan dan lebih jauh dari itu menjadi contoh kepada majikan agar jangan menjadi berhala kepada para buruh dan para buruh tidak memberhalakan majikan.

Memang sangat rentan masalah perburuhan dengan berhala-memberhalakan ini sebab urusannya sudah menyangkut dengan kekuasaan Allah yang memberikan rezeki kepada hamba-hamba-Nya. Maka bila seorang majikan telah melakoni dirinya sebagai berhala dia akan menjadi seorang yang mau menang sendiri, maka dibuatlah aturan yang hanya menguntungkan dirinya sendiri. Dia yakin dengan caranya itu bahwa demikian tidak akan diganggu gugat, sembari berbisik dalam hati “ Kalau mereka (para buruh) mau mendongkel aku, aku angkat kaki dan mereka hilang kerjaan, mau makan apa “ ? Bila itu telah ada pada seorang majikan maka dia telah melakukan kedzaliman keatas kaum buruh sekaligus merampas hak Allah, bahwa yang memberi makan kepada hamba-hamba-Nya adalah Allah, sedangkan majikan hanyalah perantara saja. Inilah yang kita katakana sebagai berhala dalam perburuhan. Hampir semua majikan mempunyai rasa superior seperti ini atau sekurang-kurangnya dia ( majikan ) berkata “ Sayalah yang menentukan untung nasib para buruh “.

Adapun para buruh yang menjadikan mejikannya sebagai berhala maka dia hanyalah manusia yang dikendalikan seperti robot untuk mengendalikan fasilitas majikannya. Dia juga menjadi seorang yang tidak punya pendirian bahwa hidup adalah mengabdi kepada zat yang maha benar, dan mengabdikan kebenaran demi tertegaknya kebenaran serta mewariskan kebenaran untuk kepentingan orang banyak. Bila tidak ada prinsip dan pendirian maka buruh tersebut hanyalah manusia yesmen, dia hanya mendiamkan saja apa yang datang dari majikan walaupun majikannya salah dan menindas, bahkan dia juga tidak segan-segan ikut menindas dan menjegal kawan sendiri, menjadi penjilat dan pencari muka, dia juga hanya menggantungkan untung nasibnya kepada majikan sembari berbisik “ Kalau aku melawan, aku bisa dipecat, hilang kerjaan, aku dan anak istriku makan apa “? Bila ini menjadi aqidah seorang buruh maka buruh tersebut telah kufur ( syirik pada Allah ) sebab yang memberi makan bukan majikan tapi Allah, sedangkan majikan dan kerjaan hanyalah perantara.

Begitulah warna dunia perburuhan diabad modern ini, yang tidak obahnya sebagai sebuah konspirasi global dengan bentuk penjajahan baru, dan proses pemberhalaan manusia dan financial. Demikian menurut Toto Tasmara dalam “Dajjal Simbol Syetan”. Betapa rentan nya urusan ini yang nyaris merampas hak Allah, maka Allah mengutus para Rasul sebagaimana firmannya diatas, sebagai pemberi contoh dan suri teladan sebab manusia biasa belum tentu bisa menjadi sentral figure. Semua rasul yang 25 orang itu sebahgian besar menagambil peran demikian. Habil anak Nabi Adam, Nabi Idris, Nabi Shaleh, Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Yaqub, Nabi Ayub, Nabi Syuaib, Nabi Musa, Nabi Daud, Nabi Isa dan Nabi Muhammad SAW sebelum menjadi Nabi mereka semua adalah buruh diladang ternak. Nabi Idris menjadi hujjah bagi para buruh yang bergiat dalam jahit menjahit, Nabi Nuh menjadi hujjah bagi para buruh tukang kayu dan galangan kapal, Nabi Daud menjadi hujjah bagi para buruh dalam bidang welding. Nabi Yusuf menjadi pembantu rumah tangga sebelum diangkat menjadi bendaharawan Negara dan menjadi Nabi, sementara pembantu rumah tangga wanita bisa melihat potret Masithah yang teguh memegang prinsip sampai diceburkan dalam air yang panas. Nabi Syuaib, Nabi Daud dan Sulaiman adalah majikan yang diakui dalam al-Qur’an.

Zamanpun berlalu dengan menghadirkan para Rasul untuk hidup berdampingan dengan manusia, untuk meneruskan misi mengesakan Allah SWT. Yang satu pergi yang lain datang mengganti dengan misi yang sama. Datang dan perginya para rasul itu dipergilirkan oleh Allah SWT sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan zaman, walaupun berbeda dalam kurun waktu tetapi Islam adalah warisan abadi dari para rasul yang hanya diteruskan oleh Nabi besar Muhammad SAW. Tidak ada lagi Nabi setelah Nabi Muhammad SAW, maka kurun ini dan seterusnya hingga hari kiamat adalah kurunnya Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian maka Beliau ( Nabi SAW ) menjadi rujukan dalam segala masalah yang dihadapi oleh manusia terutama umat Islam. Beliau juga tidak luput pantauannya dengan nasib para buruh dan kebijaksanaan sabda Beliau dalam mengakomodir dunia perburuhan antara buruh dan majikan juga pihak-pihak yang terlibat didalamnya, karena Beliau juga pernah menjadi buruh kepada Siti Khadijah RA.

Bayarlah/ upahlah buruhmu sebelum kering keringatnya “ adalah sebuah sabda Nabi SAW dalam kepedulian terhadap buruh, dan masih banyak lagi motivasi dari sabda Beliau tentang perburuhan. Bila dilihat matan hadits diatas sangat jelas bahwa buruh adalah individu yang terlibat langsung dilapangan dengan setumpuk pekerjaan dengan segala pahit getirnya, yang berhadapan langsung dengan panas terik hujan angin, peluh dan keringat bercucuran. Maka pendapatan yang diterima oleh buruh juga tidaklah ditunda-tunda tetapi hendaklah disegerakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Perlakuan yang demikian ini sebagai langkah mengamalkan sunnah Rasulullah SAW sekaligus menggembirakan para buruh bukan sebaliknya mempersulit. Ini juga datang dari sabda Nabi “ Gembirakanlah jangan menyusahkan “.

Buruh masih berhadapan dengan berbagai masalah seiring perjalanan waktu dengan tensi komersial yang tinggi dan kompetisi persaingan yang ketat antara perusahaan yang satu dengan yang lain bahkan antara sesame buruh, sehingga upaya menzahirkan sunnah Nabi kepada para buruh masih banyak kendala, berikut tercetusnya UU perburuhan yang kononnya membela para buruh sering disalah gunakan, lalu muncul fenomena baru “ Outsoching “ yang terus diperbincangkan sebagai sebuah kebijakan keatas para buruh yang tidak sepi dari berbagai kepentingan. Untuk sementara ini para buruh di Amerika tidak setuju dengan penerapan outsorching. Seperti apakah outsorching itu ? Tulisan ini terasa tidak cukup, insya Allah kita jumpa pada edisi berikut. Wallahu a’lam. @...raz*

0 comments:

Post a Comment