English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Saturday, February 2, 2013

ANTARA NIKAH SIRI DAN PSK (2 HABIS)

Bagian 2 ( habis ) 
Abd.Razak Muhidin

Pada jum’at yang lalu telah kita uraikan tentang nikah siri dan problema yang terkait dengannya. Kesimpulan sementara yang kita ambil adalah bahwa kehawatiran orang lain tentang problema yang terjadi dari nikah siri semisal hak istri yang terabai apabila didzalimi oleh suami yang tidak ada surat nikah, hak warisan dll. Semuanya tidak akan terjadi bagi pasangan suami istri yang beriman dan bertaqwa kepada Allah, yang mendirikan rumah tangga atas dasar taqwa itu, sehingga pada jum’at lalu sempat dipaparkan bahwa semua orang boleh khawatir tentang bagaimana nasib istrinya apakah akan ditelantarkan ? Tetapi orang beriman tidak akan melakukan itu karena demikian adalah dosa dan akan mendapat murka Allah. Maka walaupun tidak ada dokumen yang mengikatpun dia akan tetap menjaga amanahnya sebagai suami.
Orang boleh khawatir dengan keberadaan anak-anaknya bagaimana masa depan dan warisan kepada meraka, apakah bisa tertunai atau tidak. Tetapi bagi orang beriman yang mendirikan rumah tangga diatas dasar ketaqwaan, dia teramat menjaga amanah Allah atas anak-anaknya, sehingga dia akan menunaikan hak mereka sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah dan rasul-Nya. Demikian pula ihwalnya dengan istrinya, yang dinikahinya dari latar belakang yang berbeda, adapt dan budaya juga kewarganegaraan, semuanya tidak menjadi masalah karena kesepakatan diantara keduanya untuk tetap berada di Negaranya masing-masing. Bila suami yang warga Negara asing itu membawa istrinya pergi tentu akan berbenturan dengan kesulitan dalam proses masuk keluar sebuah Negara. Adanya kesulitan ini maka suaminya berjanji akan datang menemui istrinya dalam setiap kesempatan. Bila kesepakatan seperti ini telah ada pada suami istri maka kehawatiran dari orang-orang tidak perlu terjadi. Sang istri harus teguh memegang janji lantaran perkawinan yang tanpa ada dokumen maka dia tidak bisa ikut ke Negara asal suaminya.
Analogi seperti ini sedikit tidaknya menjadi hujjah bagi kita bahwa factor suasana dan kesulitan yang dihadapi, sehingga jalan perniakahan ditempuh dengan jalan nikah bawah tangan, manakala iman dan taqwa kepada Allah adalah landasan bagi orang yang melangsungkan pernikahan maka itu adalah landasan yang paling kokoh dalam membangun rumah tangga. Tanpa iman dan taqwa maka sangat rapuh apapun yang dilakukan, sementara kita saksikan banyak orang yang menjadikan dokumen dan administrasi hanya sebagai tameng belaka sehingga kecurangan dalam pernikahan itu masih saja terjadi. Bahkan tidak cukup dengan segala dokumen, kalau perlu pernikahan mesti diadakan di Masjidil Haram atau Masjid Nabawi tetapi berantakan juga akhirnya. Selebih dari itu bahwa Allah menegaskan segala jenis transaksi ( aqad ) hendaklah ditulis, sehingga pernikahan hendaklah mengikutinya, yang demikian ini adalah sebuah istinbath yang bersifat ijtihadiyah, karena tidak pernah ada dalam sunah Nabi SAW, sehingga berpegang pada prinsip Nash al-Asasi dari kedua hujjah ini bagi semua kalangan dari umat ini ( umat Islam ) hendaklah ada tasamuh ( toleransi ) dari semua pihak.
Bagaimana pula dengan masyarakat disekitar yang mencurigai dan merasa tidak nyaman dengan keberadaan dua orang yang berlainan jenis yang berkumpul dalam satu rumah tanpa dokumen pernikahan, jangan-jangan sebagai mana disebut orang dengan kerbau yang dikumpul ( kumpul kebo ). Ini juga diantara problema dari nikah siri. Terhadap masalah ini diperlukan pendewasaan keatas masyarakat kita dan tarbiyah ( pendidikan ) kesadaran kepada masyarakat ( umat Islam ) oleh dan dari pemerintah, tidak ketinggalan dengan ahli-ahli agama Islam harus proaktif memberikan kesadaran kepada masyarakat ( umat Islam khususnya ). Apa pendewasaan dan kesadaran yang harus diberikan kepada umat Islam dalam masalah nikah siri yang bisa dikatakan sebagai masalah yang sulit-sulit tapi mudah… dan mudah-mudah tapi sulit ini?
Mari menggali akar permasalahannya, bahwa disebut nikah siri karena nikah tersebut dilakukan dengan cara diam-diam, hanya diketahui oleh keluarga dan tetangga terdekat dan tidak ada bukti administrasinya berikut kendala biaya bagi yang tidak mampu. Bila ini yang menjadi masalahnya maka solusi ( jalan keluarnya ) teramat mudah. Disini diperlukan pendewasaan dan tarbiyah kesadaran kepada masyarakat bahwa nikah siri sebenarnya sah, karenanya jangan dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi, tetapi kalau boleh dilakukan dengan terang-terangan. Apa maksud nya ?...Maksudnya nikah itu bisa dilakukan dengan cara yang meriah, terbuka dihadapan semua lapisan masyarakat, bila perlu disaksikan oleh aparat setempat ( RT/RW ) dan jajaran diatasnya. Pada level yang lebih tinggi dari jajaran pemerintahan justru semakin bagus, sesuai dengan ketentuan fiqh yang menghendaki imam ( pemimpin masyarakat ) yang menjadi wali hakimnya setelah ada kendala dari wali nasab. Dengan cara seperti ini maka nikah yang tadinya dilakukan dengan diam-diam ( siri ) kini tidak lagi dan dimaklumi oleh masyarakat banyak sebagai saksinya.
Andaikan solusi seperti ini masih terasa kurang dari segi administrasi maka pendewasaan dan kesadaran tentang administrasi juga diperlukan yaitu dengan mempermudah proses mendapatkan segala dokumen yang terkait dengan pernikahan. Upaya ini bisa saja ditempuh dengan mendatangkan blangko ( formulir ) dari kementrian agama, yang di isi dan ditandatangani oleh suami istri dan orang-orang yang terkait dengannya, atau bisa saja dibuat sendiri oleh aparat setempat, dimana proses seperti itu telah disepakati bersama baik oleh suami sitri, keluarga terdekat, tokoh-tokoh masyarakat, maupun pemerintah dengan bukti tanda tangan dan ketentuan administrasi formal lainnya. Jalan keluar seperti ini telah kita sebut diatas sebagai bentuk pendewasaan dan tarbiyah kesadaran kepada masyarakat karena kita semua telah keluar dari kesulitan yang terasa bahwa jalan yang mudah itu kenapa tidak dimulai sejak dulu.
Bahkan proses seperti ini sekaligus menghilangkan biaya yang selama ini menjadi kendala bagi orang yang tidak mampu mengurus administrasi pernikahan yang teramat mahal. Sedangkan pada masa yang sama kita sadari bahwa hanya karena biaya menyebabkan masalah fatal terjadi dari hubungan dua jenis manusia yang terkendala, sementara masalah fatal itu mengundang murka Allah keatas kita semua, maka memudah kannya lebih tertuntut keatas kita. Wal hal, andaikan biaya itu menjadi kendala, justru semua umat Islam harus bahu membahu menanggung biaya pernikahan saudaranya sesame agama. Masalah biaya ini justru lebih mudah lagi andaikan aparat yang berwajib memberikan toleransi dan orang yang tidak mampu bisa berterus terang “ Pak…tolong nikahkan saya dengan si Dia. Saya tidak mampu membayar administrasi nikah yang sangat mahal ini. Karenanya saya mohon kiranya bapak dapat meringankannya, dan andaikan bapak lebih mempermudah urusan ini, saya sangat berterimakasih “.
Pihak berwajib yang mendengar keterusterangan seperti ini pasti saja tergugah keinsanannya dan sensitive keagamaannya akan dipertaruhkan untuk membantu saudaranya sesame Islam, diterimanya pengaduan masyarakat itu dengan penuh syukur “ Alhamdulillah, bagus…bagus !... ananda telah meringankan tugas dan tanggung jawab bapak, insya Allah akan bapak bantu sekarang juga “.Tetapi apakah komunikasi yang penuh persaudaraan, penuh santun dan kasih sayang ini sudahkah kita bangun ? Ataukah masyarakat kita masih terkucil oleh batas dan sekatan formil yang berlambang pada dokumen yang bernama surat ini dan surat itu, juga seragam dan tampilan kita sehingga masyarakat melihat ini hanya dalam tangisan ? Nikah massal mungkin menjadi salah satu kiat dan solusi demi kemudahan itu, tetapi adakah masyarakat kita telah terpanggil ? Bila masyarakat dan umat kita belum mengambil peluang ini ( nikah massal ) maka proses pendewasaan dan tarbiyah kesadaran, mari kita teruskan.
Rasanya urusan Allah dan rasul-Nya akan menjadi mudah bila semua menjadi tanggap, sensitive, dan peduli pada sesama sehingga yang mudah dan ringan itu terasa semakin ringan dan mudah, tetapi juga jangan dimudah-mudahkan dan tidaklah menjadi sebuah pelarian karena sebauh keterpaksaan. Artinya bahwa ketika kita terhimpit oleh kesulitan dari suatu masalah yang sebenarnya adalah mudah, maka masalah lain yang sebenarnya adalah sulit dan rumit, justru menjadi mudah dan lumrah. Apakah itu ?... Terus terang saja betapa kita tidak lagi mempermasalahkan PSK, karena telah dihormati dengan sebuatan sebuah profesi dan kalau perlu, dipungut pajaknya. Naudzubillah… andaikan itu yang kita mau maka silahkan saja pasang iklan…biar gede pendapatan kita. Wallahu a’lam. @...raz*

0 comments:

Post a Comment