English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Monday, February 4, 2013

BERANI

Abd.Razak Muhidin
Berani adalah sebuah kata sifat yang dimaknai sebagai kondisi jiwa ( hati ) seseorang yang mantap dan rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya, kesulitan dan sebagainya ( Balai pustaka : 105 : 1988 ). Berani juga disebut sebagai kondisi jiwa yang tidak gentar, tidak kecut dan tidak takut melakukan suatu hal yang diyakini kebenarannya. Karenanya berani tidaklah diartikan sebagai kondisi jiwa yang tidak takut berbuat dosa dan kesalahan. Pada lumrahnya “ berani “ dikaitkan dengan sesuatu yang diyakini kebenarannya sehingga seseorang menjadi mantap hatinya, teguh pendiriannya untuk memperjuangkannya dan mempertahankannya, walaupun nyawanya melayang. Biasanya kondisi jiwa yang cendrung pada keberanian seperti ini adalah hal-hal yang sifatnya nilai-nilai luhur yang dianuti, pembelaan kepada individu dan golongan yang tertindas dan didzalimi, apalagi sesuatu yang berhubungan dengan keyakinan dan ajaran agama. Orang sanggup atau berani mempertahankannya hingga ke titik darah penghabisan.
Tidak akan hilang dalam ingatan kita semboyan yang berbunyi “ Berani karena benar, takut karena salah “. Artinya bahwa karena sebuah kebenaran, orang yang kecutpun menjadi berani dan sebaliknya karena kesalahan, orang yang tegarpun menjadi kecut. Atau nilai yang terkandung didalam kebenaran itu membuat orang menjadi berani, dan sebaliknya resiko dari sebuah kesalahan itu membuat orang menjadi takut. Napoleon Hill dalam bukunya “ Think and grow rice “ menyerankan semua orang agar menulis kalimat ini dalam huruf besar ( capital ) “Penakut tidak pernah menang dan pemenang tidak pernah takut”. Hampir sama dengan semboyan diatas, masih segar ingatan kita dengan gebyar “ Lelaki pemberani ” sebutan yang dinisbahkan kepada seorang kakek yang juga mempunyai sifat pemberani yaitu “Mbah Marijan”, lalu diiklankan dan dipopulerkan dalam media massa. Sifat berani yang membuat orang cendrung untuk membela dan mempertahankan sebuah kebenaran, menolong orang-orang yang tertindas, dan menjaga norma-norma anutan adalah warisan sikap positif.
Sikap berani ini juga adalah warisan para Rasul, yang mereka itu ( para Rasul ) senantiasa menghadapi bahaya dan ancaman dari manusia yang tidak senang akan misi dakwah yang diembankan oleh Allah kepadanya. Apa yang terjadi kalau seorang Rasul menjadi takut ? Tentu ajaran Allah tidak akan tersebar di muka bumi bahkan ajaran Allah akan hilang ditelan kedzaliman yang datang dari manusia. Para Rasul tidak pernah takut menghadapi situasi, sehingga resiko apapun akan dihadapi dalam berdakwah. Maka ada diantara para Rasul itu harus dibakar, ada yang dibunuh, dan sebagainya. Sikap berani yang menjadi warisan para Rasul ini hendaklah ada pada umat Islam dimana para ulama menyebut sifat berani ini dalam bahasa Arabnya “ Syaja’ah “ yang artinya berani. Para pahlawan dari suatu kaum dan bangsa yang tewas dalam membela Negara dan bangsanya juga adalah manusia yang mempunyai keberanian, mereka tidak takut menghadapi resiko dan ancaman yang datang, mereka tidak takut mati, mereka tidak takut dikucilkan oleh penguasa ( kaum penjajah ) dan para penjilat yang bersekongkol dengan penjajah, mereka tidak takut menjadi susah, miskin dan melarat untuk memperjuangkan dan mempertahankan kebenaran. Karenanya seseorang yang hendak meniru ( mewarisi ) sifat beraninya para Rasul juga harus siap menghadapi resiko, termasuk juga tidak takut menjadi orang terkucil, dengan himpitan hidup yang susah dan melarat. Bercermin pada para pahlawan yang hidup susah dihutan-hutan dalam menyusun pergerakan, apalagi bercermin pada para Rasul yang lebih dahsyat lagi tantangannya sehingga Rasulullah SAW sendiri adalah orang yang paling susah hidupnya. Bila Beliau tidur di tikar yang kasar sehingga ternampak bekas-bekas tikar itu diwajah Beliau yang mulia. Para sahabat yang menyaksikan itu lalu meneteskan air mata adalah bukti betapa kebenaran yang hendak diperjuangkan, mesti beresiko dan memerlukan keberanian.
Sikap berani senantiasa dipadankan dengan kebenaran dan segala resikonya sehingga zaman-zaman sebelum kita telah menorehkan sejarah bagaimana orang-orang tempo dulu harus menghadapi resiko yang terjadi. Rasulullah SAW pernah bercerita lewat sabdanya bagaimana seorang anak muda di zaman Bani Israil yang teguh berpegang pada kebena- ran. Dia pemuda itu dipaksa oleh raja yang dzalim untuk tidak bertuhan kepada Allah, kalau tidak nyawanya akan berpisah dari jasad. Pemuda yang diancam itu tidak takut menghadapi ancaman bahkan dia tetap mengatakan kalimat tauhid “ Laa Ilaaha Illallaah “, tidak ada tuhan kecuali Allah. Kalimat syahadat itu diucapkan dihadapan raja yang dzalim, karena pemuda itu sadar bahwa sebesar-besarnya dakwah ( amar makruf nahi mungkar ) adalah mengucapkan kebenaran dihadapan raja ( penguasa ) yang dzalim.
Lantaran keberaniannya seperti itu dia pemuda itu harus menghadapi resiko sebagaimana yang diancam oleh raja. Pemuda itu lalu diikat kaki dan tangannya oleh pengawal raja lalu dibawa ke puncak gunung dan akan dijatuhkan kedalam jurang yang dalam. Sesampainya diatas gunung ketika anak muda itu akan dijatuhkan kedalam jurang, ternyata gunung itu runtuh akibat tanah longsor dan matilah semua hulu balang raja dan semua yang datang, sedangkan pemuda itu sendiri yang selamat. Sang raja masih murka kepada anak muda itu, maka dititahkan oleh raja agar anak muda itu dibawa ke tengah laut untuk dihanyutkan disana. Sesampainya ditengah laut, ketika anak muda itu akan dihanyutkan, datang lah gelombang besar menenggelamkan semua kapal dan orang-orang yang menghantarkannya semuanya mati. Ternyata anak muda itu sendiri yang selamat sampai di darat. Dan raja belum juga sadar bahwa semua itu adalah kehendak Allah untuk menyedarkan sang raja. Tetapi murka sang raja semakin menjadi, anak muda itu dititahkan oleh raja agar tetap diikat dan dinaikkan ketiang salib. Semua orang diperintah kan oleh raja agar sesukanya menancapkan anak panah dan tombak juga tebasan pedang ke tubuh anak muda itu.
Semua orang datang membawa alat-alat perang dalam upaya membunuh anak muda yang sedang diikat dan digantungkan di tiang salib itu. Sekian itu pedang, panah dan tombak yang ditancapkan ke tubuh anak muda itu tetapi dengan izin Allah tidak melukai sedikitpun bahkan anak muda itu tetap dalam lindungan Allah, sehingga murka apapun yang datang dari manusia tidak akan mengakhiri hidupnya. Demi tidak membuat orang-orang takjub kepadanya dan untuk mempersingkat kematiannya anak muda itu berseru “ Wahai semua orang !... nyawa saya akan melayang dan saya tidak akan mati melainkan dengan izin Allah. Oleh karena itu janganlah kamu bersusah paya membunuhku dengan cara yang tidak diizinkan oleh Allah. Dari itu hendaklah kamu semua ketika membacok pedangnya ke tubuhku, atau menancapkan panah dan lembingnya jangan lupa sertakan dengan ucapan “ Laa ilaaha illallaah “ tidak ada tuhan melainkan Allah. Insya Allah dengan izin Allah saya akan mati.
Mendengar seruan anak muda itu, suasanapun berubah, dimana pada sebelumnya tidak ada orang yang beriman kepada Allah, tetapi setelah menyaksikan kebenaran yang ditamsilkan oleh Allah lewat anak muda itu, banyak juga yang terikut menyatakan bahwa hanya Allah Tuhan mereka, atau mereka berada dalam satu berisan dengan anak muda itu dengan menyatakan “ Laa ilaaha illallaah “ tidak ada tuhan kecuali Allah. Tetapi para hulu balang dan orang-orang penjilat raja itu tetap berpihak kepada raja. Raja semakin murka melihat kenyataan itu, dia membenci anak muda itu dan orang-orang yang mengikutinya sedangkan para penjilat raja justru dilindungi. Maka ada diantara orang-orang dari hulu balang itu lalu menancapkan panahnya ke tubuh anak muda itu seraya mengucapkan “ Laa ilaaha illallaah “. Maka seketika itu juga dengan izin Allah, anak muda itupun mati. Raja terus murka kepada orang-orang yang mengikuti aqidah anak muda itu, sehingga diperintahkan oleh raja agar menggali lubang dan orang-orang yang mengikuti anak muda itu dilemparkan ke dalam lubang itu bersama anak muda itu, lalu dibakar mayat-mayat mereka semua. Kisah orang-orang pemberani yang berpegang teguh pada kebenaran ini diabadikan oleh Allah dalam surat Al-Buruj yang disebut dengan “Ash-haabul Ukhdud “ ( orang-orang yang dibakar dalam lubang tanah ).
Kisah diatas memberi I’tibar kepada kita bahwa kebenaran memang harus dibayar dengan harga yang mahal sekalipun nyawa melayang. Dan kita terinspirasi bahwa dalam setiap kurun dan zaman, benar dan salah selalu perpaksi pada shaf dan barisannya masing –masing tinggal kita yang mau memilih apakah kita memilih yang benar, ataukah kita memilih salah ? Yang jelas Allah telah berjanji bersama dengan orang-orang yang benar yang tetap berpegang teguh pada kebenaran sebagaimana kisah diatas, sedangkan yang salah juga telah disediakan tempatnya yang sangat hina. Waktu terus bergulir dan kita saksikan tampilnya orang-orang yang berjiwa berani membongkar segala kebobrokan yang terjadi, tetapi kita juga sangsi apakah semua ini terjadi karena bersemboyan pada berani karena benar ? Untuk kebenaran ini kita ucapkan alhamdulillah, tetapi andaikan salah yang kita perbenarkan maka kita berbalik mengucapkan astaghfirullaah. Demikian, wallaahu a’lam.

0 comments:

Post a Comment