English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Friday, March 15, 2013

KHILAFAH - 1

Abd.Razak Muhidin
Khilafah adalah bentuk jamak ( banyak ) dari kata “Khalifah” yang artinya pemimpin, di belakang, penguasa, Imam. Prof. Quraisy Syihab lebih cendrung melihat makna khalifah dengan ilmu semantic, bahwa khalifah bisa berarti pemimpin. Bahwa setiap pemimpin akan menjadi pelindung terdepan terhadap yang dipimpin ( rakyat ), maka khalifa juga bisa diartikan sebagai imam. Makna imam itu sendiri adalah “depan” karenanya setiap imam dalam shalat selalu di depan yang menunjukkan makna orang yang diikuti, digugu dan ditiru ( sentral figure ) pemberi teladan ( uswatun hasanah ). Dalam shalat berjamah imam selalu berada di depan. Aturan shaf dalam shalat berjama’ah dengan imam didepan ini manjadi salah satu syarat sahnya shalat berjamaah. Selanjutnya Quraisy Syihab menulis bahwa khalifah juga berarti “dibelakang” yang bermakna bahwa setiap pemimpin berada dibelakang untuk memberi dorongan ( motivasi / Tut wuri handayani ), semangat kepada rakyatnya.

Pandangan Khilafah Quraisy Syihab ini bila dirunut ke depan, bersesuaian dengan ulama-ulama terdahulu sebagaimana Ibnu Taimiyah, Al-Mawardi dll. Sedangkan Ibnu Khaldun memberi arti yang lebih luas bahwa Khalifah adalah imam besar yang memimpin pemerintahan dan memimpin shalat di suatu Negara. Sedangkan imam-imam yang ada dalam struktur kepemerintahan Negara semisal gubernur, Bupati ( Wako ), camat, sampai RW/RT adalah imam-imam yang berada dibawahnya. Makna dan fungsi seperti ini menunjukkan bahwa seorang Khalifah selain sebagai pemimpin Negara juga adalah pemimpin agama, demikian juga dengan struktur pemerintahan dibawahnya. Gubernur selain pemimpin pemerintahan di Provinsi juga adalah imam shalatnya. Demikian juga Bupati ( Wako ), Camat, hingga RW/RT. Aktualisasi kepemimpinan seperti ini ada sejak zaman Nabi dan para sahabat, tetapi setelah umat Islam meninggalkan system pemerintahan Islam dan mengambil system yang memisahkan antara agama dan urusan duniawi, maka seorang khalifah sekan hanya mengurus hal ihwal kepemerintahan, sedangkan urusan agama semisal shalat dll, diserahkan kepada orang lain.

Bisa dibayangkan seperti apakah sebuah pemerintahan sebagaimana tersebut diatas bahwa Khalifah ( Presiden ) adalah imam shalat di suatu Negara, seterusnya Gubernur menjadi imam shalat di provinsi, demikian juga sampai ke RW/RT. Betapa menyatunya rakyat dan pemimpin dalam situasi seperti ini, juga sebuah profil kepemerintahan yang shaleh. Mengapa ?....Karena seseorang yang menjadi imam adalah orang yang terbaik dalam akhlak maupun ibadah, sehingga tidak akan mungkin menjadi pemimpin orang yang tidak ada kompetensi keagamaan maupun akhlak dan ibadah. Sederhana saja seleksi kepemimpinan seperti ini sebagaimana imam shalat bahwa yang tidak fasih bacaannya tidak layak menjadi imam. Bila tidak layak menjadi imam dalam takaran seperti ini maka tidak layak juga menjadi pemimpin dalam RT hingga yang tertinggi yaitu khalifah.

Dari sini muncul keraguan bagaimana seseorang yang menjadi presiden sementara dia hanya tahu persoalan yang berhubungan dengan baca fatihah ( agama Islam ) saja, sedangkan dalam hal-hal lain dia tidak tahu ? Keraguan seperti ini sebenarnya tidak harus terjadi kalau seleksi kepemimpinan ( Khalifah / Imam ) tidak hanya menyangkut satu sisi yaitu ilmu agama saja tetapi semua kompetensi kepemimpinan semisal ilmu kepemerintahan dll juga harus diseleksi. Dalam seleksi seperti ini maka kita akan mendapatkan pemimpin ( imam ) bukan seperti pemimpin hari ini yang hanya pandai dalam urusan duniawi tetapi kurang dalam bidang agama. Salah satu contoh kita mendapatkan pemimpin sebagai teknokrat, ahli dalam masalah teknologi tetapi ketika dia tampil dalam satu majelis memberikan ceramah ilmiah, ketika dia memberi salam saja sudah kelihatan tidak fasih ucapannya. Ketidakfasiannya seperti ini telah mengurangi kredibilitasnya sebagai pemimpin. Dalam hal ini dia tidak layak menjadi pemimpin ( imam ). Kita juga tidak mendapatkan imam ( pemimpin ) seperti hari ini yang hanya pandai dalam masalah agama tetapi buta dalam ilmu-ilmu lain.

Oleh karenanya, dengan seleksi seperti ini kita akan mendapatkan pemimpin ( imam ) yang ideal dari tingkat bawah sampai atas yaitu imam ( pemimpin ) yang tidak hanya menguasai ilmu agama saja tetapi juga ilmu umum. Pemimpin ( imam ) dalam tataran seperti ini bisa disederhanakan bahwa seorang RT bisa menjadi imam di mushalla dalam lingkungan RTnya, disamping itu dia juga menjadi ketua RT ditempat itu karena dia mempunyai kesanggupan untuk mengatur RT tersebut dalam urusan administrasi dll, sehingga tidak ada dualisme kepemimpinan. Dualisme kepemimpinan akan terjadi misalnya dalam hal urusan administrasi kependudukan KTP dll, kita merujuk ke ketua RT yang dijabat oleh si Herman sedangkan dalam urusan agama kita merujuk pada si Ahmad yang menjadi imam mushalla/masjidnya. Dalam kondisi seperti ini maka kapasitas yang lebih dominanlah yang akan mendapatkan prioritas keutamaan dalam masyarakat. Misalnya hari ini antara ketua RT dan Imam, kapasitas kekuasaan lebih didominasi oleh RT. Mengapa demikian ?.... Sudah tentu… karena ketua RT mempunyai kekuatan dalam strukturisasi dan lingkungan seluruhnya, sedangkan imam mushalla hanya mempunyai kapasitas sewaktu shalat saja. Bandingkan saja ketika imam memerintah untuk membersihkan Masjid, paling-paling hanya untuk lingkungan disekitar Masjid itu saja. Tetapi kalau ketua RT memerintah masyarakat untuk membersihkan seluruh lingkungan RT tersebut, maka didalamnya mencakup semua lingkungan RT termasuk Masjid/mushalla itu.

Lain halnya lagi, karena seleksi RT tidak seperti seleksinya imam maka ketua RTnya adalah seorang yang fasik yang biasa malalaikan shalat dll. Sementara imam adalah seorang yang taat beragama, maka dualisme pasti terjadi. Ambil saja contoh ada sekelompok orang yang tidak shalat, yang didalamnya ada ketua RT, sehingga imam menjadi segan untuk mengambil tindakan, ya…paling tidak imam menjaga perasaan RT itu. Tetapi justru yang idealnya adalah ketika kita berurusan dalam masalah agama kita rujuk pada seorang Ahmad yang menjadi imam di lingkungan RTnya dan ketika berurusan tentang kependudukan, KTP dan sebagainya, juga dengan seorang Ahmad yang menjadi ketua RT nya. Singkat kata Ahmad adalah ketua RT dan imam di lingkungan RT tersebut. Makna dan kedudukan khalifah sebagaimana tersebut diatas yang didalamnya terkolaborasi makna imam maka fungsi khalifah dan imam adalah sama dalam mentadbir ( memerintah ), memimpin, mengambil kebijakan, meletakkan keadilan, mengayomi, membimbing, melindungi, memelihara satwa dan melestarikan alam lingkungan pada umumnya. Singkatnya fungsi Khalifah dan Imam adalah amar makruf nahi mungkar, mengajak pada kebajikan dan mencegah yang mungkar. Wallahu a’lam, insya Allah…bersambung. @raz*.

0 comments:

Post a Comment