English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Saturday, March 16, 2013

MUHASABAH

Hiduplah engkau di dunia ini bagaikan musafir”... demikian cuplikan hadits Rasulullah Muhammad SAW untuk kita maknai, mengiringi perjalanan waktu yang semakin dibabat usia. Bahwa demikianlah hidup, sedari dulu ketika kita dilahirkan, kita memulai perjalanan sebagai musafir, berkelana dengan usia yang semakin menanjak, sebuah tamsilan perjalanan… bahwa usia yang terus bergerak adalah sebuah langkah kodrati yang menitahkan kita sebagai musafir itu, apalagi ketika kita berkecukupan… berkemampuan…seberapa cepatkah kita melanglang buana…menjelajah dunia yang kian kerdil oleh make up modernisasi…dan saksikan betapa makhluk yang sejenis denganmu ( manusia )…kian menjadi ADI…tapi janganlah lupa… simaklah hari ketika baginda Daud AS bersemedi… dan pemilik jagat raya telah menganugerah Daud dalam sya’ir lagunya “ Maka berjalanlah di muka bumi dan pandanglah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat KAMI “.

Firman Allah diatas semakin mengisyaratkan perjalanan hidup dan usia kita, bahwa semakin bertambah usia pertanda semakin jauhnya kita berjalan sebagai musafir. Tetapi musafir dalam arti memaknai umur ( usia ) belum dihayati sepenuhnya oleh manusia, karenanya Allah mengibrahkan kepada manusia untuk berjalan ( musafir / tour ) di muka bumi yang disana tersaji pemandangan dan pengalaman masa lalu untuk menjadi bahan perenungan, keinsafan dan evaluasi menuju perubahan keatas diri dan masyarakat umumnya. Bila berfirman akan kehancuran umat-umat pada masa dahulu, Allah selalu menyebut bahwa kehancuran mereka dikarenakan keingkaran mereka kepada Allah. Ini adalah factor yang paling dominant dalam kehancuran umat-umat terdahulu bahkan yang akan datang, sebab dari benih keingkaran kepada Allah itu akan merambat pada hal-hal keingkaran yang lain.

Segala hal yang berwujud kemungkaran dan kemaksiatan adalah bermula dari keingkaran kepada Allah, sebab apabila orang takut dan taat kepada Allah tentu dia tidak akan melakukan kemaksiatan itu. Korupsi adalah musuh utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Mengapa itu bisa terjadi ? …tentu bermula dari keingkaran kepada Allah, sebab kalau orang takut dan taat pada Allah tentu dia tidak akan korupsi. Judi adalah salah satu diantara keingkaran kepada Allah, artinya pelaku judi ingkar pada Allah yang melarang berjudi itu. Begitu juga dengan zinah dan hal-hal maksiat lainnya, semuanya adalah bentuk-bentuk keingkaran kepada Allah. Tetapi berkat terutusnya Nabi Muhammad SAW maka Allah tidak lagi memusnahkan umat ini sebagaimana umat-umat terdahulu, hanya saja keingkaran kepada Allah itu bisa mendatangkan bencana dan mala petaka kepada kita, hal mana yang harus diwaspadai. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda “ Tidak ada bencana dan mala petaka melainkan karena dosa dan kesalahan dan tidak ada rahmat yang tercurah melainkan karena do’a dan silaturrahim “.

Sadar akan penyebab datangnya kemurkaan Allah sebagaimana disebutkan diatas, juga menjadi media untuk mengevaluasi diri akan hari-hari yang telah dilalui. Hanya dua keadaan yang ditinggalkan oleh kepergian waktu ( usia ) pada manusia, apakah sebagai orang yang selalu taat atau terus berada dalam keingkaran kepada Allah. Taat kepada dan ingkar kepada Allah adalah dua hal yang berpengaruh dalam langkah kita untuk terus bermusafir. Yang taat tidaklah seharusnya berbangga karena zat yang menyeleksi ketaatan itu sangat arif dan bijaksana apakah semua itu diterima atau tidak, sehingga timbullah kesadaran untuk memperelok ketaatan itu dengan tawakkal, sukur, ikhlas dan sabar. Sementara yang ingkar boleh-boleh saja menyesali detik waktu yang terlalai sebab dari sana keinsafan itu mulai dibangun tetapi janganlah berputus asa, apalagi kegagalan yang disesali itu hanyalah daki duniawi.

Tahun 2010 tersimpan memori dukamu pada anak semata wayang yang telah pergi mendahuluimu ( mati ), kekasih mengkhianati, istri digaet orang, engkau sesal dengan kegagalan meraih cita-cita lulus ujian akhir sekolah, engkau sebal tidak lulus testing PNS, engkau sedih dengan kebakaran yang menimpah villa mewahmu, mobilmu ludes dimamah api, hartamu habis, tetapi bila engkau sadari semua itu adalah takdir-Nya bahwa tidak ada yang beruntung kalau ditakdirkan rugi, dan tidak ada yang rugi kalau ditakdirkan beruntung…maka engkau akan kembali pada posisi zero ( nol ) dengan mengucapkan “ Innaa lillaahi wainnaa ilaihi raajiuun “ sembari menghayati makna “ Sesungguhnya kita kepunyaan-Nya maka kita kembali kepada-Nya jua “.

Dalam posisi zero ( nol ) itu juga engkau akan menjadi orang yang tidak akan lupa daratan bila mendapat keuntungan, pangkat yang tinggi bukan menjadi kebanggaan, tapi akan engkau bawakan ke angka nol bahwa dulu aku terlahir tidak membawa pangkat dan jabatan. Harta yang melimpah tidak membuat engkau menjadi congkak, tetapi akan engkau bawakan ke angka nol, bahwa dulu engkau terlahir juga tidak membawa apa-apa. Engkau hanya diberi titipan… mengapa menggerutu bila si empunya datang mengambil ? Engkau hanya diberi titipan… mengapa tertawa terbahak-bahak padahal semua itu akan diambil ? Tugasmu hanyalah mengawasi, menjaga, menggunakan sebatas yang diizinkan, agar engkau tidak dituduh sebagai khianat. Oh…sungguh malang, Engkau akan berdalih bahwa engkau miskin papa tidak dititp apa-apa, tetapi ingat…bila engkau lalai… engkau juga dituduh sebagai khianat yaitu khianat pada dirimu sendiri, karena dirimu juga adalah titipan.

Ketahuilah…orang-orang bijak pandai berkata bahwa kegagalan masa lalu itu telah berlalu, kesedihan tidak akan mampu mengembalikannya, keresahan tidak akan sanggup memperbaikinya lagi, kegundahan tidak akan mampu merubahnya menjadi terang, dan kegalauan tidak akan bisa memunculkannya kembali, karena ia memang sudah gagal dan pergi jauh atau terkubur dalam-dalam. Orang-orang bijak pandai juga selalu mengingat- kan kita tentang kisah orang-orang yang mengerti bahasa binatang, bahwa sekawanan binatang bertanya pada keledai “ mengapa engkau menarik gerobak “? Sang keledai menjawab “ Aku benci khayalan “. Artinya keledai tidak mau meratapi sesuatu tetapi mau melaukan sesuatu yang terbaik pada kesempatan yang pertama. Melakukan sesuatu yang terbaik dengan niat dan cara serta hasilnya dipergunakan pada jalan yang baik semua itu adalah ibadah. Asa yang terilham dari keledai seperti itu justru akan menghadirkan semangat baru seperti diberi istana-istana baru nan megah dihadapan mata, sementara meratap kegagalan hanya menguburkan istana-istana itu.

Kelalaian dalam memaknai datangnya waktu yang hanya membuat sedih dan gembira lupa daratan, oleh almarhum, Prof. Hamka dalam “Tasauf Modern” mengibaratkan seperti musafir diatas bahtera. Ketika tiba di pelabuhan kaptennya mempersilahkan mereka turun di atas dermaga, sekedar makan minum seperlunya saja dan perjalanan akan diteruskan. Tetapi para penumpang ( musafir ) itu lalai, bahkan berfoya-foya, lupa daratan, sehingga kaptenpun membunyikan alaram. Tetapi hingga tiga kali alaram itu dibunyikan banyak yang tidak naik ke kapal, akhirnya kapalpun berangkat dan mereka ketinggalan. Adapun Allah dalam firman-Nya tentang waktu, bahwa sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal shaleh, yang saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran. QS. al-Ashr : 1 – 3. Kandungan ayat ini adalah optimalisasi waktu yang teraplikasi dalam niat dan perbuatan yang baik. Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang beruntung… wallahu a’lam. Abd. Razak Muhidin

0 comments:

Post a Comment