English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Friday, April 26, 2013

RACUN HATI – 3

SEPERTI pada jum’at sebelumnya bahwa hati menurut imam al-Ghazali sebagai panglima bagi tubuh, yang akan memberikan pengawasan dan komando kepada seluruh anggota tubuh. Hati juga disebuatkan oleh Nabi saw sebagai sentral kebajikan yang apabila ia baik maka baiklah seluruh tubuh, dan apabila ia rusak maka rusaklah seluruh tubuh. Dalam ajaran tasauf disebutkan bahwa hati adalah tempat pandangan Allah, karena berpedoman pada hadits Nabi saw bahwa Allah tidak memandang selain dari yang ada ditubuh kita, apakah rupa dan cantiknya kita, melainkan Allah memandang hati kita. Kalau Allah memilih wajah yang cantik sebagai focus pandangan, sudah tentu Allahlah yang akan disalahkan, naudzubillah. Mengapa ?....Karena yang beruntung hanyalah orang-orang yang berwajah cantik, sedangkan yang jelek tidak dihiraukan. Tentu tidak mungkin Allah berbuat seperti itu, sementara yang jelek juga adalah ciptaan-Nya sendiri. Oleh karena itu hatilah yang menjadi tempat pandangan Allah swt, maka wajah cantik dan jelek bukan menjadi ukuran dihadapan Allah swt.

Betapa pentingnya hati itu sehingga dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya agar selalu dijaga, dirawat dan dilestarikan kesuciannya. Sebab dengan hati yang suci akan membawa seseorang menjadi peka, sensitive dan tanggap terhadap segala yang datang dari Allah swt. Peduli pada sesame, prihatin terhadap ketimpangan diri dan ketimpangan umum dan bersedia memberikan bantuan. Tetapi sebagaimana judul diatas tersilap langkah dan perbuatan yang salah justru akan meracuni hati. Kali ini pembahasan masih berkisar pada racun hati yang berikut yaitu ‘Terlalu banyak makan’. Dalam hal ini Imam Alghazali dkk dalam “Kiat Menjadi Hamba Pilihan” (50), menulis bahwa sedikit makan bisa mengakibatkan hati menjadi lunak, semakin kuatnya pemahaman, nafsu tidak beringas, birahi dan amarah menjadi lemah. Sedangkan kebanyakan makan akan menyebabkan sebaliknya.

Rasulullah saw dalam sebuah sabdanya dari al-Miqdam bin Ma’dikarab dia berkata aku telah mendengar Rasulullah saw bersbda “Bani Adam tidak memenuhi sebuah wadah yang lebih buruk dari perutnya, sekiranya (sebaiknya) bani Adam itu hanya menjamin tulang punggungnya agar bisa berdiri (dengan makan secukupnya saja). Karena pasti saja sepertiga perutnya itu untuk makanan, sepertiganya lagi untuk minuman, dan sepertiganya lagi untuk bernapas”. (HR. ahmad dan Turmudzi). Terlalu banyak makan bisa mengandung berbagaimacam keburukan. Terlalu banyak makan juga bisa menggerakkan tubuh untuk berbuat maksiat dan menjadikan diri malas mengerjakan ketaatan dan ibadah.

Kiranya sudah cukup dua keburukan diatas menjadi peringatan. Sudah berapa banyak maksiat yang diakibatkan perut kenyang dan terlalu banyak makan. Dan berapa banyak ketaatan yang bisa dilaksanakan ketika perut tidak terlalu kenyang dan tidak terlalu banyak mengkonsumsi makanan. Barang siapa menjaga keburukan perutnya berarti dia telah memelihara dirinya dari sebuah keburukan yang besar. Dan syetanlah yang paling mampu mendikte manusia apabila dia telah memenuhi perutnya dengan berbagai macam makanan. Oleh karena itu telah disebutkan dalam sebagian khabar “Persempitlah jalan untuk syetan dengan jalan berpuasa”. Al-ghazali menyebur hadits ini tidak jelas asal muasalnya sehingga dalam Ihya Ulumuddin dia menyebutkan sebuah khabar Mursal “Sesungguhnya syetan itu pasti akan berlari menuju Bani Adam seperti mengalirnya aliran darah oleh karena itu persempitlah ….. “. (Ibid : 51).

Sebagian ulama salaf berkata “Dulu ada beberapa pemuda Bani Israil yang beribadah dengan cara berpuasa. Jika waktu berbuka telah tiba ada seseorang yang berdiri sambil berkata : Janganlah kalian makan terlalu banyak karena akan menyebabkan kalian juga akan minum yang banyak. Dan akibatnya kalian akan banyak tidur dan banyak mengalami penyesalan. Dulu Rasulullah saw dan para sahabatnya sering kali merasa lapar sekalipun itu disebabkan tisak adanya makanan yang bisa disantap. Namun memang Allah swt sengaja memilih Rasul-Nya sebagai yang paling utama dan paling sempurna, oleh karena itu Ibnu Umar sering mengikuti cara Nabi seperti itu, sekalipun ia memiliki makanan yang banyak. Begitu juga yang diperbuat oleh ayahnya (Umar bin Khattab). Dalam sebuah riwayat Sitti Aisyah ra mengatakan bahwa keluarga Muhammad tidak pernah merasa kenyang dengan roti gandum selama tiga malam berturut-turut sejak Beliau tiba di kota Madinah, sampai akhirnya Beliau dicabut ruhnya.

Bahkan bila diperhatikan dengan saksama, sikap hidup yang berlebih-lebihan mulai dari makan itu akan menyeret orang untuk berlebih-lebihan dalam hal-hal yang lain. Makan yang dituntut hanya untuk menegakkan tulang punggung untuk beribadah kepada Allah swt, yang dari sini bisa ditaksasikan hanya Rp. 15.000 tetapi terkadang harus dengan segala keistimewaan dari makanan yang bisa sampai lebih dari kewajaran. Lalu tempat tinggal yang semulanya hanya untuk menahan dinginnya udara/angin dan dari panas terik matahari dan hujan, sudah dilebih-lebihkan dengan segala kemewahan yang tiada tara. Sehingga untuk menjangkau segala yang istimewa itu ditempuh dengan cara-cara yang curang. Korupsi, kolusi, manipulasi, komersialisasi jabatan dll semua itu bila dipukul rata adalah berlebihan dalam makan juga. Sehingga ada yang mengguyonkan bahwa manusia lebih buas dari binatang, sebab binatang yang buas hanya memangsa sesame binatang saja, sedangkan manusia yang buas bukan hanya memakan nasi dll, tetapi justru akan memakan besi, seng, genteng, semen dll.

Dalam kitab ”Minhajul Abidin” disebutkan bahwa suatu ketika Nabi Yahya as, agak kekenyangan mengkonsumsi makanan sehingga menurunlah frekwensi ibadahnya kepada Allah swt. Dia (Nabi Yahya) bertanya kepada Iblis, mengapa pada malam ini engkau bisa memperdaya aku, sampai-sampai menjadi kurang ibadahku kepada Allah swt ?. Iblis menjawab “Kami dapati engkau selama ini tidak memenuhi perutmu seperti malam ini yang kekenyangan, sehingga dengan itu, kami perdayakan engkau dari beribadah kepada Tuhanmu”. Bayangkan para Nabi yang selalu mengkonsumsi yang halal dan terjaga dari dosa dan kesalahan saja bisa diperdayakan oleh syetan, apalagi kita yang bukan sebagai Nabi. Lebih dari pada itu mengkomsumsi yang halal saja masih bisa diperdayakan oleh syetan, manakah lagi mengkonsumsi yang subhat (samra-samar), apalagi mengkonsumsi sesuatu yang jelas haramnya.

Lebih nahas lagi ketika ini kita mendengar ada diantara kita yang mengatakan bahwa cari harta yang haram saja susah, apalagi yang halal. Orang-orang yang berdalih seperti ini tidak lain adalah orang-orang yang telah putus asa dengan rahmat Allah bahwa Allah yang akan memenuhi segala kebutuhannya, kalau dia terus berusaha dan bertawakkal kepada Allah untuk mendapatkan yang halal, demi menghindari segala yang haram. Bahkan syetan telah menjadi perantara baginya untuk memenuhi segala kebutuhannya lalu dia menyangka bahwa usahanya yang demikian juga mendapat ridha Allah dengan rezeki haram yang berlimpah-limpah itu. Padahal itu bukan rezeki dari ridha Allah, tetapi rezeki dari tipuan syetan. Para ulama menyebut sebagai ISTIDRAJ yaitu segala kebaikan yang dihiasi oleh syetan sehingga orang menjadi lupa daratan. Naudzubillah. Insya Allah bersambung….Wallau a’lam. Oleh : Abd. Razak Muhidin

0 comments:

Post a Comment