English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Friday, May 24, 2013

RAJAB BULAN HARAM

Sekedar memancing perhatian para jamaah dengan judul sebagaimana tertera diatas, bahwa judul tersebut bisa membuat para jamaah bertanya-tanya apa yang diharamkan dengan bulan Rajab ? Sedangkan bulan tersebut sangat dimuliakan oleh umat Islam, apalagi Allah dan Rasul-Nya sangat memuliakan bulan tersebut. Dalam kebanyakan riwayat disebutkan bahwa Allah berfirman dalam hadits qudsi “Bulan Rajab adalah bulan-Ku, bulan Sya’ban adalah bulan Rasul-Ku dan bulan Ramadhan adalah bulan umat-Ku”. Dari itulah dianjurkan banyak-banyak melakukan puasa sunnat di bulan Rajab dan Sya’ban sebelum memasuki puasa wajib di bulan Ramadhan. Puasa sunnat dibulan Rajab diidhafatkan sebagai puasanya Allah, sedangkan puasa sunnnat di bulan Sya’ban diidhafatkan sebagai puasanya Rasul saw. Betapa mulianya bulan Rajab itu.

Lalu apa kaitannya dengan Rajab sebagai bulan haram sebagaimana judul diatas ? Perlu diketahui bahwa bulan Rajab disebut sebagai bulan haram ialah karena bulan tersebut termasuk diantara empat bulan yang diharamkan oleh Allah swt. Diharamkan dalam hal ini adalah haram melakukan peperangan dalam bulan-bulan tersebut. Diantara empat bulan yang diharamkan oleh Allah untuk melakukan peperangan ialah Rajab, Dzul Qa’idah, Dzul Hijjah dan Muharram. Hal ini tercantum dalam QS. 9/ at-Taubah : 36 yang artinya “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah, diwaktu Dia menciptakan langit dan bumi diantaranya empat bulan haram. Itulah ketetapan agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya, sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa”.

Ayat diatas berkaitan dengan ayat 194 surat al-Baqarah yang oleh Depag (Kementrian Agama RI) dalam “Alqur’an dan Terjemahannya” disebutkan bulan haram tersebut sebagaimana tercantum diatas. Tradisi menghormati bulan-bulan haram itu sudah terjadi sejak zaman sebelum Islam. Ada hal menarik yang bisa disimak, bahwa masyarakat Arab sebelum Islam yang disebut “Jahiliyah”, bahwa walaupun dalam keadaan jahil, ada nilai positif yang ditinggalkan yaitu menghormati empat bulan tersebut. Mereka tidak akan melakukan peperangan selama dalam empat bulan itu, dan kalaupun ada yang melakukannya, maka mereka itu dianggap sebagai orang-orang bejat, terkutuklah mereka dikalangan bangsa Arab bahkan akan dikucilkan. Tradisi ini ternyata diakomodir oleh Islam, dimana ketika Islam datang, tradisi ini dipelihara dengan legalitas ayat Allah swt dalam surat Al-Baqarah 194 dan at-Taubah 36 diatas. Tradisi seperti ini sesuai dengan kaedah Fiqh “Al-mahaafdzu bil qadiimish-shaalih wal akhdzu bil jadiidil ashlih”- yang artinya memelihara hal-hal lama yang baik dan mengambil hal-hal baru yang lebih baik”.

Setelah mengetahui duduk masalahnya maka dapatlah dikatakan bahwa judul sebagai-mana tercantum diatas ternyata bermakna sebaliknya dari pada itu. Pada mulanya dipertanyakan apa keharamannya itu ? Ternyata diharamkan untuk berperang selama dalam bulan-bulan itu, bermakna Allah swt mensucikan bulan-bulan itu dari segala kekerasan, peperangan, pertikaian, dan permusuhan. Bila semua umat Islam dikehendaki demikian, maka bulan itu menjadi suci dari segala perbuatan yang membawa pada pertumpahan darah.

Walaupun demikian, ada peristiwa yang perlu diangkat sehubungan dengan tradisi menghormati bulan-bulan haram itu. Ada sebuah misi yang diutus oleh Rasul saw kepada sepasukan kaum muslimin yang dipimpin oleh beberapa orang sahabat. Misi itu bisa disebut sebagai spionase dalam rangka memata-matai gerak gerik kaum kafir quraisy yang melewati route perdagangan antara Makkah dan Syam. Dalam misi tersebut Rasul saw memberikan instruksi dalam sebuah surat bahwa surat tersebut hanya bisa dibuka oleh sahabat-sahabat itu setelah mereka berjalan dalam sehari semalam. Maka ketika melawati durasi waktu yang ditetapkan oleh Nabi saw, maka merekapun membuka surat tersebut. Dan setelah dibuka dan dibaca, ternyata Nabi memberikan kebebasan kepada mereka untuk bertindak atas kafilah kaum quraiys yang melewati route tersebut. Dalam pada itu mereka bersepakat bahwa Nabi saw bermaksud agar mereka segera menyerang kafilah quraiys itu.

Tetapi dalam pada itu mereka menjadi ragu untuk mengambil tindakan karena ketika itu sudah berada diakhir bulan jumadil akhir dan memasuki bulan rajab yang diharamkan berperang. Bila mereka biarkan untuk tidak menyerang, mereka khawatir akan dimurkai oleh Nabi sebagai orang-orang yang mendurkahai (mengabaikan) perintah Nabi saw dan bila mereka bertindak, mereka juga takut melanggar larangan Allah menghormati bulan rajab yang disucikan dari peperangan. Selain itu bila membiarkan kafilah quraiys itu memasuki Makkah maka akan kuatlah pihak musuh yang mendapat suplai hasil komoditi yang dibawa dari luar daerah. Sementara itu mereka memastikan bahwa pada waktu itu masih dalam akhir-kahir bulan jumadil akhir yang masih membolehkan mereka untuk menyerang. Maka dengan segera mereka menyerang kafilah itu dan mendapat rampasan perang hampir dalam 50 muatan unta. Setelah itu mereka membawa harta rampasan perang itu menghadap Nabi saw di Madinah.

Sesampainya di Madiah Nabi saw menjadi risau dengan tindakan yang telah diambil oleh para sahabat, karena sudah masuk bulan rajab yang diharamkan oleh Allah untuk berperang. Dengan kerisauan Nabi itu, maka para sahabat yang diutus itupun demikian gundahnya. Serasa bagaikan ditimpah runtuhan gunung besar, makan tak enak, tidur tak jadi, apalagi semakin berseliweran isyu yang berkembang, yang disebarkan oleh orang-orang Yahudi dan orang-orang munafik yang selama ini membenci Nabi saw dan umat Islam. Mereka menjelek-jelekkan Nabi saw sebagai Nabi yang bejat yang melanggar tradisi demikian juga dengan sahabat-sahabatnya. Situasi kelam itu berjalan dalam beberapa hari dan suasana menjadi cerah kembali setelah Allah menurunkan ayat yang membolehkan tindakan para sahabat sekaligus mmembersihkan Nabi saw dari tuduhan orang-orang kafir itu.

Hal itu tercantum dalam QS. al-Baqarah ayat 217 yang artinya “Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan haram. Katakanlah berperang dalam bulan itu adalah dosa besar, tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) masjidil Haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya lebih besar dosanya disisi Allah. Dan berbuat fitnah itu lebih besar dosanya dari pada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai (dapat) mengembali-kan kamu dari agamamu (kepada kekafiran) seandainya mereka sanggup. Barang siapa yang murtad diantara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalanya di dunia dan di akhirat dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”.

Dari keterangan ayat diatas, dapat difahami bahwa bulan haram memang dilarang berperang, tetapi mengusir penduduk dari Masjid Haram, dan menghalang-halangi orang dari beriman kepada Allah yang dilakukan oleh orang-orang kafir lebih besar dosanya, maka Allah tidak menghitung sahabat-sahabat yang melakukan misi Nabi itu sebagai dosa. Sedangkan bagi kita umat Islam ketika memasuki bulan rajab ini hendaklah kita lebih banyak berbuat kebajikan dan menghindari peperangan. Tetapi andaikan peperangan itu telah terjadi yang dilakukan oleh orang-orang kafir, maka dalam bulan harampun wajiblah umat Islam untuk membela diri. Wallahu a’lam.

Oleh : Abd.Razak Muhidin 

0 comments:

Post a Comment