English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Friday, May 17, 2013

TINGKATAN IMAN

I man merupakan modal utama bagi kaum muslimin/orang beriman dalam memulai sesuatu hal, apakah yang berhubungan dengan perintah Allah atau yang berhubungan dengan ajaran Islam maupun yang berhubungan dengan urusan keduniaan. Yang apabila ada keimanan di dalamnya maka semua yang dilakukan akan ada ganjaran/pahala disisi Allah swt. Iman juga yang akan memperkuat motivasi seseorang sehingga hal yang berat menjadi ringan, yang jauh menjadi dekat, yang sulit menjadi mudah. Tetapi sebaliknya apabila tidak ada iman justru semakin mempersulit keadaan. Hal yang semulanya mudah justru dipersulit, yang dekat dijadikan alasan sebagai yang jauh dll. Iman jugalah yang menjadi fokus perhitungan amalan seseorang, yang karenanya orang diluar Islam, apapun kebajikan yang dilakukannya tidak dihitung olah Allah swt. Mengapa ?... tiada lain karena telah batallah keimanan mereka ketika mereka mengangkat tuhan lebih dari satu dan tidak mempercayai Nabi Muhammad saw. Kondisi yang demikian itulah, maka Allah swt dalam menetapkan sebuah perintah kepada hamba-hamba-Nya diawali dengan seruan “Hai orang-orang yang beriman”.

Dari syahadat (kesaksian) akan adanya Allah swt sebagai rukun iman yang pertama sampai haji dll, semuanya ketika Allah berseru untuk dilaksanakan oleh hamba-hamba-Nya didahului oleh seruan keimanan. Nah, iman dalam definisinya adalah membenarkan dalam hati, mengucapkannya dengan lisan (lidah) dan melaksanakannya dengan anggota badan. Bila ada diantara kita yang hanya mengucapkan bahwa dia beriman, tetapi tidak percaya dalam hati dan tidak mengamalkannya dengan anggota badan, bermakna iman belum sempurna, atau imannya plin-plan tidak betul. Buah dari keimanan itu adalah akhlak budi pekerti yang baik, maka seseorang yang baik akhlaknya bisa dikatakan telah sempurna imannya. Patut Nabi dalam sabdanya menyebut bahwa orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya. Bermakna orang yang bobrok akhlaknya adalah orang yang bobrok imannya. Akhlak yang baik bukan hanya hubungan baik kepada Allah tetapi akhlak yang baik juga ada kaitannya dengan hubungan baik dengan sesama makhluk.

Iman yang baik itu mempunyai beberapa tingkatan. Ustadz Asy’ari Muhammad dalam iman dan permasalahannya, membagi iman itu dalam beberapa tingkatan yaitu iman taklid, iman ilmu dan iman hakiki. Ketiga tingkatan iman ini dapat diuraikan sebagai berikut. Yang pertama iman taklid, yaitu iman yang didasarkan oleh ikut-ikutan dalam perkara agama. Orang yang berada dalam tingkatan iman ini mengamalkan perintah agama hanya dalam ikut-ikutan atau tidak tahu menahu tentang duduk perkara atau kebenarannya. Mereka hanya mengikuti orang lain berbuat seperti itu, mereka juga ikut seperti itu. Orang shalat mereka juga ikut shalat tetapi tidak tahu ilmunya. Tidak tahu syarat dan fardunya, tidak tahu sah dan batalnya, tidak tahu kaifiatnya dll. Mereka beramal tanpa bekal ilmu, sehingga terikut-ikut dengan cara orang. Iman taklid ini bisa disebut sebagai mengikuti cara orang lain dengan buta tuli. Berbeda dengan orang yang mengamalkan ajaran agama karena mengikuti tunjuk ajar dari guru, karena yang demikian itu menjadi alasan, dari guru diajarkan oleh gurunya, dari gurunya seterusnya oleh gurunya, bersambung seterusnya sampai kepada Nabi saw. Cara beramal dengan mengikuti tunjuk ajar guru ini disebut sebagai Ittiba’.

Berlainan dengan iman taklid, mereka beramal tanpa tunjuk ajar guru dan hanya mengikuti cara orang lain yang apabila ditanyakan, mengapa anda beramal dengan cara seperti itu ? Mereka menjawab saya tidak tahu, tetapi saya lihat seperti itu yang dilakukan oleh si Anu, maka sayapun mengikutinya. Iman yang hanya terikut-ikut ini dilaknat oleh Allah sebagaimana yang tercantum dalam QS. al-Isra yang artinya “Janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak ada ilmu padamu, karena sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hatimu akan dituntut pertanggungjawabannya”.

Yang kedua iman ilmu. Iman dalam kategori yang kedua ini adalah iman yang dimiliki oleh ahli ilmu, yaitu mereka dari golongan terpelajar. Mereka mengatahui sesuatu hal dalam urusan agama dari awal sampai akhir, dari kecil sampai yang besar dari yang khusus sampai yang umum. Mereka mengatahui halal haram, sah batal, rukun dan syarat lalu mereka disebut sebagai ustadz, kiyai atau sebutan yang menunjukkan mereka sebagai orang alim. Sungguhpun demikian, walaupun mereka mengetahui ilmunya tetapi mereka lengah dalam beramal, mereka lalai dari tuntutan keilmuan yang harus mereka jalankan, mereka bahkan berhujjah kepada orang-orang bodoh tentang kelalaian mereka itu. Akibatnya banyak orang yang dibuat bingung, banyak orang yang disesatkan oleh mereka. dalam pada itu orang-orang awam yang dibuat bingung itu bertanya-tanya mengapa begini, mengapa begitu, seolah-olah mereka tidak menemukan jawaban yang pasti karena ulah dari orang yang berilmu dan hanya beriman karena ilmu belaka.

Bahkan tidak jarang orang yang berada dalam tingkatan iman ini masih saja melakukan dosa maksiat, tetapi kalau bicara agama mereka paling pandai. Bila berceramah atau khutbah, ayat atau hadits dari ujung ke ujung mereka hafal dan orang-orang terpesona oleh ceramah dan khutbahnya, kalau dia menangis orangpun menangis, kalau dia tertawa orangpun tertawa, pokoknya segala retorikanya menarik, tetapi nihil dalam amaliah. Iman dalam tingkatan seperti ini walaupun lebih baik dari tingkatan pertama tetapi masih saja manjadi orang yang celaka, bahkan dalam sabda Nabi disebutkan bahwa orang alim yang tidak mengamalkan ilmunya, akan dibakar dalam neraka lebih dahulu dari pada penyembah berhala.

Yang ketiga : Iman Hakiki. Iman dalam kategori ini adalah iman yang sebenar-benarnya beriman. Mereka mengatahui ilmu dari suatu amalan dan mereka juga bersungguh-sungguh mengamalkannya. Mereka tidak pernah berdalih ini itu, karena sasaran yang hendak dicapai adalah bisa mengamalkan perintah Allah dan mendapat ridha-Nya. Tidak ada masalah baginya untuk mengamalkan perintah Allah, apakah ketika ramai maupun sendirian, apakah ketika lapang maupun ketika sulit, apakah ketika suka maupun duka dan tidak pernah surut oleh hujat orang-orang pandai maupun orang-orang bodoh. Iman dalam kategori ini bisa dikatakan bahwa orang yang dalam iman ilmu akan berdalih bahwa shalat berjamaa itu tidak dituntut keatas orang yang tidak mendengar azan. Oleh karena itu kalau orang yang tidak mendegar azan tidak harus datang berjamaah di Masjid. Ini adalah alasan dari orang yang berada dalam kategori iman ilmu. Tetapi bagi orang yang berada dalam iman hakiki, tidak demikian. Mereka justru tidak ada alasan untuk itu, karena itu walaupun hujan mereka tetap datang ke Masjid untuk berjamaah. Apakah dengan cara berpayung, atau mantel yang penting mereka bisa datang berjamaah di Masjid dan mendapat ridha Allah dari kegiatan mereka itu.

Semoga kita mendapatkan hidayah dari Allah swt, untuk semakin meningkatkan keimanan kepada Allah swt dan mendapatkan ridha-Nya. Amin. Wallahu a’lam. Oleh : Abd. Razak Muhidin

0 comments:

Post a Comment