English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Friday, July 5, 2013

MUJAHIDIN YANG SIAP BERANGKAT

Tidak obahnya dengan Mihrab pada jumat sebelumnya yang memvisualkan Ramadhan sebagai medan jihad yang pada akhir-akhir dari bulan Sya’ban ini para mujahidin (kita semua) tengah direkrut, tengah dipersiapkan untuk berangkat ke medan jihad tersebut. Demikianlah laiknya sebuah ajang ujian kebenaran iman, salah satu diantaranya jihad dalam arti berperang membela agama Allah dari angkara murka pihak musuh, bahwa jihad dalam arti berperang itu sendiri adalah pembuktian kebenaran iman seseorang kepada Allah swt. Maka begitulah hendaknya Ramadhan yang dimaknai sebagai medan jihad tidak lepas dari pembuktian keimanan itu. Allah swt sebagai zat yang mengumumkan jihad Ramadhan juga telah mempersiapkan segalanya bagi hamba-hamba-Nya yang berangkat menuju medan jihad itu.

Demi memotivasi hamba-hamba-Nya menuju jihad itu, maka Allah swt memberitakan sayembara yang gilang gemilang. Kalau selama ini hanya hamba sepihak yang merindukan surga justru dengan puasa malah sebaliknya surga yang merindukan hamba yang berpuasa. Berbeda dengan rindu atau cinta sepihak dimana seseorang mennyatakan cintanya seluas dan sedalam lautan atlantik, tetapi bagaimana kalau pihak yang dicintai tidak bergeming, tidak tertarik sedikitpun ? Tentu cinta hampa, dan palsu. Lain lagi kalau selama ini hamba-hamba Allah dijanjikan sayembara yang ditentukan nominasinya, besar kecilnya, serta banyak sedikitnya ganjaran sedang puasa dijanjikan dengan ganjaran yang tanpa batas. Allah menghias surga dengan hiasan yang sangat indah memasuki bulan Ramadhan, mempersiapkan segala perabot yang istimewa yang ada dalam surga, bahkan angin yang berhembus yang tidak obahnya dengan terompet yang mengisyaratkan perang (Jihad) telah dimulai, mengeluarkan bunyi yang sangat indah yang tidak pernah didengar oleh penduduk langit sebelumnya. Konon angin yang bertiup itu sangat indahnya sehingga semua penduduk langit tertegun, kaget dan bertanya-tanya sesama mereka. Bisa dibayangkan kalau bunyi yang pernah didengar sebelumnya tentu tidak ada penasaran bagi siapa saja, tetapi ini bunyi yang berlainan dengan yang sudah-sudah disetiap datangnya Ramadhan.

Berbelik dari pada itu Rasulullah saw telah dinobatkan sebagai panglima perang yang akan memimpin kaum muslimin dalam jihad ramadhan juga tidak henti-hentinya memberikan motivasi lewat sabdanya agar umatnya yang bertindak sebagai tentara-tenara Allah itu hendaklah all out dalam menunaikan tanggung jawab jihad itu. Beliau Nabi saw sebagai panglima telah memberikan petunjuk-petunjuk dan mempraktekkan jihad yang benar dalam bulan Ramadhan kepada umatnya sehingga umatnya akan keluar sebagai pemenang. Yang paling awal sekali Nabi saw memotivasi agar “Gembira” bagi setiap tentara yang akan berangkat ke medan Ramadhan, yang hanya dengan modal itu Allah telah mengharamkan jasadnya disentuh oleh api neraka. Gembira adalah kondisi psikis kejiwaan yang bisa dipastikan siap menghadapi segala situasi dan keadaan, selalu optimis, jauh dari kehawatiran, keluh kesah, resah dan gelisah, apalagi takut. Semua tidak lain memberikan motivasi, semangat yang tinggi kepada para prajurit Ramadhan. Gembira juga menandakan rela menerima perintah untuk melaksanakan apa yang diperintahkan.

Berbeda dengan sikap resah gelisah yang sudah pasti disana tersimpan keraguan, kekhawatiran, ketakutan, tidak siap atau boleh dikatakan kalah sebelum bertanding. Nah kalau Ramadhan itu bisa dikatakan sebagai tamu agung, maka sudah tentu bagaimana keadaannya orang yang menerima tamu itu antara orang yang menerima dengan gembira, senang hati, raut wajah yang gembira, penuh persahabatan dan keakraban dan orang yang tidak ada respek padanya, dengan wajah yang cemberut, tidak menunjukan persahabatan dan keakraban. Tentu berbeda keadaan yang dirasakan oleh sang tamu. Dengan penerimaan yang baik membuat tamu tersebut menjadi adem, betah berada disisi kita walaupun tidak ada tampilan kemewahan padanya. Tetapi sebaliknya kalau tamu yang diterima dengan cara yang kurang hormat, maka apapun tampilan kemewahan dari makanan dan minuman dll semuanya akan terasa kurang enak. Bisa saja sang tamu tidak betah, dan sebentar saja mau berpamit pergi.

Begitulah Ramadhan yang kita rasakan sendiri bahwa kedatangannya membuat kita gembira, bahagian, menjadi tamu yang menghiburkan kita dan seluruh keluarga kita, dan ternyata tamu itu membawa barokah, rahmat bagi kita. Betapa berkat yang demikian itu maka ketika Ramadhan akan berpamit pergi, tidak obahnya antara tuan rumah dan tamu yang akan berangkat. Sang tamu berpamit dengan teramat sayangnya pada kita bahwa ingin rasanya berlama-lama bersama kita, tetapi waktulah yang memisahkan, kalau ada kesempatan tahun yang akan datang, insya Allah bertemu lagi. Demikian pamitan dari sang tamu (Ramadhan). Begitu juga tuan rumah dan seluruh kerabat yang ada dalam rumah itu merasa kehilangan ketika sang tamu itu berpamit pergi, tuan rumah juga melepaspergikan tamu itu dengan kata-kata haru “Mengapa buru-buru pergi atau mengapa terlalu cepat pergi, biarlah kita lebih lama disini, apakah kita bisa bertemu lagi atau tidak” atau kata-kata lain yang senada dengan itu. Begitulah kalau keakraban dan persahabatan itu telah dibina.

Demikian ini adalah ibrah bagi kita yang menyambut Ramadhan dengan segala penghormatan, maka pasti gembira dengan kedatangan Ramadhan itu pasti ada dan kesedihanlah yang terjadi bila melepas pergikan Ramadhan. Tidak jarang ada diantara kita yang amat sedih sehingga begitu berakhirnya Ramadhan air matanya berlinang bercucuran, sedih meninggalkan Ramadhan. Sejak orang bertakbir bahkan dari sebelumnya dia sudah merasakan kesedihan itu, bahkan di Masjid atau di tempat orang menyelenggarakan idul fitri, kesedihan itu terus terjadi. Nah kalau kondisi seperti ini ada pada kita maka sudah pasti kita adalah penerima tamu yang baik. Tetapi kalau perasaan seperti itu tidak ada sama sekali, berarti antara kita dan tamu yang datang (Ramadhan) belum terjalin persahabatan yang sejati.

Kembali pada pokok bahasan bahwa Ramadhan adalah medan jihad bagi kita yang pada saat ini tengah direkrut menjadi mujahidin Ramadhan, tidak ada kata lain bagi kita selain selalu siap dan siap. Kesiapan itu salah satu tandanya telah kita paparkan didepan yaitu bergembira dengan kedatangan Ramadhan. Yang kedua kesiapan kita sebagai mujahidin Ramadhan adalah menjauhi tiga hal berikut ini yaitu menjauhi minum arak, menjauhi berbuat durhaka kepada kedua orang tua dan menjauhi perbuatan memutuskan tali silatur rahim. Ketika hal ini telah disabdakan oleh Nabi saw bahwa pada awal Ramadhan Allah swt akan mengampuni semua umat Islam, kecuali tiga orang yaitu peminum arak yang belum bertobat, orang yang durhaka kepada kedua orang tua dan orang yang memutuskan tali silatur rahim. Dari tiga hal yang diwanti-wantikan oleh Nabi saw ini, maka bersempena dengan kedatangan Ramadhan ini hendaklah kita perbeharui kembali hubungan kita dengan orang tua jangan sampai ada khilaf dan salahnya kita hendaklah dimohonkan kemaafan dari kedua orang tua. Yang berikut andaikan terjadi pemboikotan, pemutusan tali silaturrahim hendaklah dihubungkan kembali dan yang berikut andaikan kita pernah menenggak arak, hendaklah kita tinggalkan perbuatan tersebut dan segeralah bertobat kepada Allah. Bila telah kita lakukan yang demikian itu, maka kita termasuk diantara mujahidin Ramadhan yang siap diberangkatkan tetapi sebaliknya. Wallahu a’alam. Oleh : Abd.Razak Muhidin

0 comments:

Post a Comment