English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Friday, March 15, 2013

KHILAFAH – 3

Abd. Razak Muhidin
  Sudah tiga Jum’at ini telah kita uraikan tentang khilafah bahwa demikianlah khilafah dalam struktur keperintahan dan acuan normatif yang berdasarkan wahyu. Pada kesempatan ini topik yang sama ingin kita tuntaskan dengan melihat khilafah dari sudut pandang fiqh dalam kaitannya dengan pemeliharaan keimanan dan kesejahteraan masyarakat yang menegakkan daulah ( Negara ) yang berdasarkan syari’at Islam.

Menurut jumhur ( mayoritas ) ulama bahwa menegakkan syari’at Islam adalah wajib bagi umat Islam. Kewajiban itu baik menyangkut individu maupun masyarakat. Kewajiban menegakkan syari’at Islam secara individual misalnya setiap orang berkewajiban menegakkan kewajiban shalat, zakat, puasa, dan haji. Dimana saja setiap individu muslim berkewajiban menegakkan syari’at Allah ini apabila telah memenuhi syaratnya. Misalnya shalat ketika telah memenuhi syarat wajibnya, maka seorang individu muslim berkewajiban menegakkan shalat. Bila telah cukup syaratnya tetapi tidak dilaksanakan shalat maka berdosa. Berdasarkan hadits Nabi SAW seseorang muslim bisa menjadi kafir kalau telah cukup syaratnya tetapi dengan sengaja tidak menegakkan shalat. Salah satu syarat wajib shalat adalah baligh yaitu orang yang telah mencapai umur dewasa. Dalam hal ini dewasa secara fisik bagi lakki-laki yaitu telah mencapai usia 15 tahun atau yang sudah bermimpi basah, sedangkan bagi perempuan apabila telah datang haid. Oleh karenanya anak-anak yang belum baligh, belum dikenai syarat wajib shalat, hanya saja sangat baik kalau dilatih untuk shalat agar terbiasa ketika dewasa.

Bandingkan saja dalam shalat telah dikenai hukum wajib, bahkan dalam situasi tertentu seseorang bisa menjadi kafir kalau dengan sengaja meninggalkan shalat. Para ulama menafsikan hadits Nabi SAW diatas bahwa seseorang yang dengan sengaja tidak menegakkan shalat, tanpa terjadi uzur atau halangan yang membolehkannya, maka kafirlah ia. Dalam hal ini imam syafi’i memberikan fatwa bahwa apabila seseorang muslim yang dinasehati oleh pemerintahan Islam ( Khilafah ) sampai tiga kali tetapi dia tidak mau menegakkan shalat maka orang tersebut hendaklah dipenggal lehernya. Bisa difahami fatwa Syafi’i seperti ini berdasarkan ketegasan sabda Nabi diatas dan bisa difahami bahwa shalat akan ditegakkan dengan baik oleh umat Islam apabila dikawal dengan aturan undang-undang (Hukum) Islam. Andaikan tidak ada aturan hukum Islam yang mengatur tentang urusan shalat maka orang akan meremehkan shalat, sebagaimana kita saksikan sekarang berapa banyak mereka-mereka yang tidak shalat. Ketika suara azan dikumandangkan kita menyaksikan banyak orang yang tidak menghiraukan bahwa pada saat itu urusan terbesar dimuka bumi ( shalat ) sedang diserukan. Orang masih berdesakan dipasar-pasar, ada yang belanja, ada “nongkrong” di warung kopi di pasar itu juga, disebelahnya ada yang mengerumuni orang jual obat, disebelahnya lagi ada anak muda yang asyik bergitar. Sebuah kenyataan rapuhnya disiplin umat dari rapuhnya tatanan pemerintahannya dan terkesan mau shalat atau tidak, terserah anda.

Dari sini ada suara yang menyanggah…” Masa’…urusan shalat dipaksa-paksa, seharusnya dimulai dari kesadaran dan keikhlasan sendiri “. Benar…seharusnya tidak dipaksa dan sebaiknya dari keikhlasan sendiri, tetapi demikianlah metode pembinaan dalam hukum Islam dalam membimbing dan membiasakan orang pada suatu hal sehingga muncul keikhlasan. Walaupun pada mulanya adalah sebuah pemaksaan sehingga orang menjadi benci dengan cara seperti itu, tetapi lama-kelamaan, lantaran shalat yang dipaksakan itu telah terbiasa, maka orang akan termotivasi…” Ah… dari pada aku dipaksa-paksa, lebih baik dengan keikhlasanku sendiri “. Metode seperti ini adalah sebuah keniscayaan, menuju syi’arnya syariat Islam secara menyeluruh, disiplin, teratur dan padu. Betapa kita akan melihat umat Islam terorganisir oleh sebuah pemerintahan dalam mengamalkan ajaran agamanya, dan orang akan kagum, “ Oh inilah sebuah umat yang patut didatangkan oleh Allah untuk menata masyarakat “. Metode seperti ini telah ada dalam pemerintahan Islam ( Khalifah ) tempo dulu, sehingga Abu Bakar dan Umar RA tidak segan-segan memerangi orang-orang yang tidak menegakkan jama’ah di Masjid-Masjid. Tindakan ini berdasarkan sabda Rasulullah “ Ingin aku menyuruh salah seorang diantara kamu mengimami shalat dan saya bersama para pemuda keluar untuk membakar rumah-rumah yang tidak mendatangi jama’ah “.

Penerapan hukum Islam ( Syari’at ) yang disalah tafsirkan sebagai pemaksaan diatas apabila disimak dalam al-Qur’an, ternyata Allah menerapkan sistemnya seperti itu. “ Dan hanya kepada Allah bersujud ( tunduk ) segala yang ada di langit maupun di bumi baik dengan cara sukarela atau terpaksa, dan bayang-bayang mereka ( yang tunduk ) di waktu pagi dan petang “. ( QS. ar-Ra’du : 15 ). Oleh karenanya sebagai orang beriman tidaklah menyalahkan hukum Allah, tetapi hendaklah dicamkan sebagai metode pembiasaan menuju kebenaran dan disiplin. Bukankah Islam yang dimenangkan oleh Allah diatas segala agama dan segala system itu sendiri ( QS. As-Shaf : 9 ), adalah sebuah pemaksaan ? Seakan Allah memaksa kepada manusia, “ Hai manusia… jangan ikuti system sosialis, jangan ikuti system komunis, jangan ikuti system sekularis… inilah system-Ku, ikutilah ia sehingga kamu selamat dunia dan akhirat “. Sesuatu yang diwajibkan oleh Allah bila dicermati justru sebuah paksaan, harus, mesti, tidak boleh tidak, bahwa terima atau tidak terima harus dilaksanakan. Dari sini bisa dikatakan bahwa menganut agama Islam berarti harus siap tunduk dibawah paksaan Allah SWT. Tidak siap… tidak usah Islam, cari saja system dan agama yang lain. Kami ( penulis ) selalu mewanti-wanti seperti ini kepada orang yang akan masuk Islam di Masjid Raya Batam, ternyata semua yang kami wanti-wanti bersedia, sehingga prosesi pengislaman dilaksanakan di Masjid Raya Batam.

Dalam urusan yang menyangkut individu saja syari’at ( Hukum ) Islam wajib ditegakkan, dalam rangka menegakkan disiplin menuju peningkatan amaliah dan terciptanya keadilan dan kebenaran yang hakiki. Bagaimana pula dengan penegakkan syari’at Islam untuk kepentingan umum ? Tentu lebih diutamakan lagi. Minuman keras misalnya adalah sesuatu yang membahayakan diri dan masyarakat sehingga peminumnya hendaklah di cambuk ( dera ). Berjudi, berzinah juga demikian. Pencuri hendaklah dipotong tangannya, kalau belum kapok potong sebelah tangannya lagi, kalau belum kapok juga, dipotong kakinya, belum juga kapok potong lagi sebelah kakinya lagi. Adapun orang yang berzinah itu apabila sudah menikah, maka dirajam ( dilempari ) sampai mati. Demikian juga dengan orang yang membunuh dengan sengaja, maka dia ( pembunuh ) itu juga harus dibunuh. Sangksi hukum seperti ini selain membuat jera kepada pelakunya juga menjamin keamanan masyarakat, bahwa harta dan dirinya dijamin akan keselamatan dan keamanannya oleh Islam. Manfaat keamanan dan keselamatan ini bukan hanya dirasakan oleh umat Islam tetapi semua masyarakat yang hidup berdampingan dengan umat Islam ikut merasakannya. Orang diluar Islam tidak usah diberlakukan hukum Islam, karenanya biarkan hukum Islam itu ditegakkan keatas umat Islam saja, sebab bakal hukum Islam itu akan dirasakan manfaatnya oleh orang diluar Islam, lama kelamaan orang diluar Islampun akan menginsafi bahwa hukum Islam yang paling benar dan mereka pun bersedia untuk menerima penerapan syari’at Islam.

Walaupun pada saat sekarang ini banyak yang menentang hukum Islam, baik oleh umat Islam yang imannya setengah-setengah, apalagi orang diluar Islam. Kondisi seperti bisa saja terjadi karena kurang iman kepada Allah dan hukum-Nya, apalagi imej jelek tentang hukum Islam itu sengaja disebarkan oleh musuh-musuh Islam, sebagai hukum kolot, sadis, tidak berprikemanusiaan dll. Dalam al-Qur’an Allah melaknat orang-orang yang tidak berkukum kepada hukum Allah ( al-Qur’an ) sebagai orang yang kafir, fasik dan dzalim. Ibnu Katsir menafsirkan bahwa dalam kondisi tertentu, karena bodoh atau keadaan darurat lainnya, seorang muslim bisa menjadi fasik, dan dzalim, sedangkan bila dengan sengajanya menganggap hukum Allah tidak benar dan menolaknya, maka seseorang bisa menjadi kafir. Naudzubillah, jauhilah…hindarilah tabiat seperti ini, sebab sangat boleh jadi kita berdiri shalat tetapi kita tidak sadar bahwa Allah telah memasukkan kita sebagai orang-orang kafir karena I’tiqad yang salah seperti ini. Demikian …. Wallahu A’lam.

0 comments:

Post a Comment