English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Saturday, March 16, 2013

MASJID DAN KEWIBAWAANNYA

BILA menyebut tentang kewibawaan maka nuansa pandangan, orientasi pemikiran akan tertuju pada sesuatu yang dihormati, dimuliakan, disegani, dan segala yang semakna dengan itu. Kewibawaan erat hubungannya dengan charisma, pengaruh, kemasyhuran, keagungan dan yang semakna dengannya. Sebaliknya sesuatu yang tidak berwibawa sering diremehkan, dilecehkan, tidak dihargai, tidak dihormati dan lain-lain, karena jauh dari rasa hormatnya, jauh dari kemuliaan, kesucian bahkan kebenaran. Maka begitulah masjid sebagaimana dalam judul diatas bahwa kewibawaan masjid adalah sesuatu yang menyangkut kehormatan, sesuatu yang dimuliakan, sesuatu yang disegani dan disucikan, baik oleh umat Islam sendiri maupun orang diluar Islam. Nah seperti apakah kewibawaan masjid itu ? Insya Allah akan kita uraikan dalam paparan dibawah ini walaupun masih jauh dari kesempurnaannya.

Secara etimologi Masjid berasal dari bahasa Arab dari kata “ Sajada- yasjudu- sujjadan- yang artinya telah sujud, sedang sujud, kesujudan. Penambahan huruf “Mim” didepannya yaitu “ Masjid “ menunjukkan isim makan ( tempat ) yang berarti tempat sujud. Pelaksanaan sujud sebagaimana dalam sholat yaitu merendahkan diri dengan meletakkan wajah diatas tanah sebagai ungkapan rasa kerendahan diri, rasa kehambaan kepada Allah SWT. Dari pengertian diatas dapat dimaklumi bahwa tiadalah aktifitas di Masjid melainkan aktifitas yang mengarah pada sujud, ketertundukan kepada Allah dan ketertundukkan pada sesama. Ketertundukan pada Allah perwujudannya adalah sujud dalam sholat dan ketertundukan kepada sesame adalah sikap sopan santun antara yang satu dengan yang lainnya, dimana orang-orang yang tawadhu’ sering melambangkan ketertundukannya ketika berpapasan, bersalam-salaman selalu merundukkan dirinya.

Orang beriman dalam kesehariannya selalu tunduk pada Allah atas perintah-perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, maka sudah tentu sikap seperti itu adalah sujud kepada Allah, apalagi kalau dilengkapi dengan sholat. Dari itu bisa dipastikan bahwa sedang diluar masjid saja sudah terdapat pencerminan wahana masjid pada diri orang beriman, apalagi ketika berada di Masjid. Tetapi dalam kesaksian kita sehari-hari terkadang orang yang tidak faham atau karena kesengajaannya, tidak menunjukkan sifat ketertundukkan ini ketika berada di masjid, maka sudah tentu bagaimanakah keberadaannya ketika diluar masjid ? Tentu sangat-sangat disangsikan. Ketidaktundukan ini bisa dilihat ketika orang-orang yang datang ke masjid banyak yang tidak perduli pada sopan santun, apakah dari segi busana, tutur kata, sampai pada batasan pergaulan antara lelaki dan perempuan tidak dihiraukan. Cara-cara seperti ini selain mencemarkan wahana nama baik masjid juga menghilangkan aura kesakralan dan kewibawaan masjid.

Demi menjaga kesakralan, nama baik dan kewibawaan masjid maka hal-hal yang menunjukkan kelalaian sebagaimana tersebut diatas hendaklah dijaga bersama, baik oleh pengurus masjid, pegawai masjid dari Cleaning sampai Imam, juga umat Islam dan masyarakat umumnya. Alangkah baiknya andaikan wanita-wanita yang tidak menutup aurat dilarang untuk berbuat seperti itu ketika datang ke masjid. Kalimat larangan mungkin dirasakan kurang familiar, maka himbauan untuk berbuasana yang sopan ketika datang ke masjid sangat diperlukan. Lebih baik lagi andaikan pegawai masjid ada yang bertugas mengawasi hal-hal seperti ini, dengan memberikan mukenah atau busana muslimah kepada orang yang datang tetapi belum memakai busana muslimah, setelah selesai berurusan di masjid busana itupun diambil kembali.

Cara seperti ini adalah selain pembiasaan kepada umat Islam dan masyarakat umumnya juga termasuk mensakralkan, mensucikan dan menjadikan masjid sebagai tempat yang berwibawa, sebagaimana disebutkan diatas bahwa kewibawaan itu timbul dari rasa hormat, segan, dll. Maka apabila tidak ada segan dan rasa hormat dari orang-orang yang datang ke masjid sudah tentu kewibawan masjid itu sudah tidak ada lagi. Orang akan berkata sesame “ Hai…jangan main-main datang ke masjid itu, diluar boleh tidak berbusana muslim tetapi bila sudah ada didalam lingkungan masjid, pegawainya akan mencegah dan memberikan busana muslim kepada kita, bila kita menolak mereka tidak akan membolehkan kita masuk atau berurusan dimasjid itu. Setelah selesai urusan busana itu diambil kembali “. Percakapan seperti ini sudah menunjukkan bahwa masjid dihargai, dihormati dan disegani.

Kita tidak menafikan bahwa dalam Islam ada pembinaan, dimana orang yang tidak sadar dibina supaya sadar, orang yang tidak faham dibina supaya faham, orang yang tidak taat dibina supaya taat, semuanya perlu proses. Lantaran itu kalau diterapkan aturan yang kaku, maka hilanglah nuansa keakraban dan pembinaanpun tidak terjadi. Katakanlah orang yang kesehariannya tidak berjilbab, dia teramat ingin datang kemasjid sambil melihat-lihat keindahan masjid itu, sekalian beribadah. Begitu dia sampai didepan pintu ada tulisan “ Dilarang masuk bagi yang tidak berjilbab “. Melihat tulisan itu, dia ( orang ) tadi tidak jadi masuk dan pulanglah ia. Tentu kita maklum bahwa cara seperti ini tidaklah menunjukkan kesantunan kepada yang belum sadar dan belum faham, karenanya silakan saja masuk dengan menyodorkan busana muslimah ( jilbab ) setelah selesai keperluannya baru jilbab itu diambil kembali. Atau lebih baik lagi andaikan para donatur yang sudi menyumbang untuk proses pembinaan, maka setelah selesai keperluannya orang tersebut lalu diberikan busana muslimah ( jilbab ) itu kepadanya, jilbab itu menjadi miliknya, tentunya dia lebih disadarkan lagi.

Lain halnya kalau dibiarkan saja orang tidak berbusana muslimah, pakai you can sea, rok mini, rambut tanpa jilbab tentu percakapan orangpun berbeda “ Eh…apa boleh tak ya…kita datang ke masjid itu tanpa berjilbab” ? Dijawab oleh kawannya “ Taka apa kok… itu masjid tidak dilarang ini itu, tidak obahnya seperti museum “. Dari dua percakapan diatas bisa dipastikan bahwa antara masjid yang menjaga pantang larang kepada orang yang datang dengan masjid yang tidak menjaga pantang larang, tentunya berbeda. Karenanya menjaga kewibawaan masjid adalah teramat penting. Upaya seperti ini rasanya tidak adil andaikan karyawan masjid mulai dari cleaning sampai imam tidak diperhatikan keberadaanya. Karenanya terasa perlu kalau personil masjid hendaklah di seleksi dalam hal kapabilitas, dedikasi dan loyalitasnya, tidak ketinggalan juga moralitasnya. Termasuk dalam hal ini adalah bidang keuangan yang selalu menimbulkan masalah, karena dimana-mana masjid kalau ada ribut tidak lain, itulah duit, uang, dan fulus. Bila tidak becus dalam masalah ini membuat karyawan didalamnya tidak sujud.

Sisi lain yang tidak kalah pentingnya adalah kebersihan masjid, dimana ketika orang melihat pekarangan masjid saja sudah bersih, maka bagaimana dengan didalamnya. Orang akan sangat segan untuk mengotori masjid lantaran profil kebersihannya tidak disangsikan. Semuanya sangat berhati-hati ketika berada dalam masjid, bahkan telapak kakinyapun dilihatnya kembali apakah sudah bersih ataukah masih kotor. Kalau masih kotor dia akan kebelakang untuk berwudhu sekaligus membersihkan kaki. Sebaliknya bila dari pekarangan saja sudah kotor, lalu didalamnya juga tidak ada bedanya,orang akan menganggap remeh bahkan membuang sampah sembarangan. Hal-hal seperti ini dianggap remeh tetapi tidak disadari bahwa proses kewibawaan sebuah instansi ditandai oleh rasa segan, kagum dan hormat dari orang kepada seseorang atau sebuah instansi. Bila rasa segan, kagum dan hormat itu sudah tidak ada, bermakna sudah tidak ada wibawanya lagi.

Kita masih malihat bagaimana tingkah orang yang datang ke masjid dengan tanpa mengindahkan kebersihan, membuang sampah sembarangan, walaupun ada himbauan “ Buanglah sampah pada tempatnya “ tetapi semuanya sudah tidak punya mata. Jangankan sampah yang besar, justru puntung rokokpun akan menggunung bila dibiarkan berserakkan. Bukankah pepatah mengatakan sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit ? Maka cobalah perhatikan disudut-sudut masjid yang orang biasa membuang puntung rokok, lama-kelamaan bertimbun disitu puntung rokok yang begitu banyak. Anehnya ketika semakin banyak tertimbun justru cleaning service yang disalahkan. Dan semakin diperparah andaikan sikap jama’ah seperti itu membuat petugas kebersihan menjadi ogah maka semuanya juga adalah pihak-pihak yang menghilangkan kewibawaan masjid.

Masjid adalah tanggung jawab semua umat Islam sebagaimana firman Allah dalam QS.9 at-Taubah : 18 yang artinya “ Sesungguhnya, hanyalah orang-orang yang memakmurkan masjid adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan tidak takut kepada siapapun selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk “. Sudah pasti, bahwa memakmurkan masjid selain karena iman juga tidak adanya rasa takut kecuali kepada Allah, maka pertanyakanlah dirimu wahai para petugas masjid apakah karyamu hanya karena takut kepada manusia, ( pengurus masjid dll ) ? Ataukah karena duit, uang dan fulus itu ? Begitu juga umat Islam umumnya kepada siapakah takutmu ketika di masjid, apakah kepada security sehingga anda seenaknya membuang sampah sembarangan ? Mari semuanya memakmurkan masjid karena hanya takut kepada Allah. Wallahu a’lam. @...raz*.

0 comments:

Post a Comment