English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Tuesday, March 19, 2013

PEMBELAAN KEPADA NABI MUHAMMAD SAW - 2

Abd.Razak Muhidin
Pada jum’at yang lalu kita mencoba meletakkan landasan pijak untuk membela agama Allah, membela Rasulullah Muhammad SAW dengan berpegang teguh pada ajaran Islam, tanpa kamuflase dan diplomasi yang berbelit-belit, apalagi takut bayangan melanggar hak azasi atau takut dituding masyarakat dunia sebagai tidak demokratis. Pembelaan keatas Rasulullah hendaklah dilakukan dalam kapasitas yang maksimal, tulus ikhlas, atas dasar cinta kepadanya, karena cinta kepada Rasulullah adalah cerminan cinta kepada Allah SWT. Bagi orang yang beriman, cinta kepada Allah dan rasul-Nya diatas segala-galanya, karena demikian itu adalah perwujudan dari kemanisan iman. Segala yang berwujud manis adalah sesuatu yang sangat digandrungi, walau dalam kemanisan itu ada penyakit, tetapi tidak demikian dengan kemanisan iman, karena kemanisan iman datang dari keikhlasan yang keikhlasan itu jauh dari segala penyakit.

Ada tiga hal yang disabdakan oleh Rasulullah SAW, bahwa apabila terdapat tiga hal dalam diri seseorang maka dia telah mendapatkan kemanisan iman. Yang pertama dia mencintai Allah dan rasul-Nya melebihi segala sesuatu. Yang kadua dia mencintai hamba Allah selama dalam ketaatan kepada Allah, dan yang ketiga dia membenci kemaksiatan sebagaimana dia membenci kalau dilemparkan kedalam neraka. Suatu ketika Umar RA berkata kepada Rasulullah “ Ya Rasulallah…aku sangat mencintaimu melebihi segala-galanya kecuali diriku sendiri “. Mendengar itu Rasulullah menjawab, “Demi Allah engkau belum beriman melainkan engkau mencintai aku melebihi dirimu sendiri“. Umar melanjutkan “ Kalau begitu aku mencintaimu ya Rasulallah, melebihi cintaku kepada diriku sendiri”.

Wujud kecintaan kepada Rasulullah Muhammad SAW bisa terjadi dalam tiga keadaan. Yang pertama mencintai Nabi SAW dalam arti menjaga keselamatan Rasulullah ketika beliau masih hidup, jangan sampai didzalimi apalagi dibunuh oleh musuh-musuh yang tidak senang dengan ajarannya. Wujud kecintaan dalam arti pembelaan keatas Rasulullah dari didzalimi dan dibunuh oleh musuh-musuh seperti ini, hanya terjadi pada masa Rasulullah masih hidup dan hanya bisa dilakukan oleh para sahabat yang ada disekeliling beliau. Bila membiarkan Rasulullah didzalimi apalagi dibunuh maka bukanlah ia seorang yang cinta kepada Rasulullah tetapi adalah khianat, dosalah ia dan murka Allah pasti terjadi. Para sahabat disekeliling Rasulullah telah membuktikan betapa mereka begitu cinta kepada Beliau. Diantara riwayat yang menunjukkan tentang itu, bisa dinukilkan tentang Zaid bin Dasinah.

Zaid bin Dasinah adalah seorang sahabat Nabi. Pada tahun ketiga hijriyah datanglah kepala suku yang ada disekitar Madinah melakukan tipu muslihat untuk menghancurkan umat Islam dan Nabinya. Mereka semakin berani melakukan hal seperti itu karena mengetahui bahwa umat Islam telah kalah dalam perang Uhud. Mereka menghadap Nabi SAW dan berkata “ WAhai Nabi Allah…hati kami cendrung kepada Islam, dan lingkungan kami telah siap menerimanya. Baiklah anda mengutus bebrapa orang dari sahabat anda untuk pergi bersama kami agar mereka menyiarkan Islam pada suku kami dan mengajarkan al-Qur’an serta memberitahukan kepada kami tentang hal-hal yang dihalalkan dan diharamkan oleh Allah “.

Nabi menerima mereka dengan baik tanpa ada rasa curiga dengan muslihat mereka selama tidak ada wahyu yang menunjukkan tentang itu. Karenanya Nabi mengutus sekelompok sahabat untuk berangkat bersama kepala-kepala suku itu. Rombongan da’i itu dipimpin oleh Marsad. Rombongan tersebut meninggalkan Madinah, daerah kekuasaan kaum muslimin. Mereka sampai di suatu tempat namanya Raji’. Di tempat ini para suku mewujudkan niat jahat mereka. Dengan bantuan suku Huzail mereka memutuskan untuk menahan dan membunuh para utusan Nabi itu. Kaum muslimin dikepung dari segala sisi oleh kelompok-kelompok bersenjata. Mereka tidak dapat berbuat apa-apa kecuali menghunuskan pedang dan mempertahankan diri. Walaupun musuh bersumpah hanya menangkap kaum muslimin hidup-hidup untuk diserahkan kepada pemuka Quraisy yang menjanjikan imbalan berupa uang dll. Para sahabat utusan Nabi tidak mau diperlakukan seperti itu, akhirnya pertempuran antara dua kelompok yang tidak seimbang itu tidak bisa terelakkan.

Banyak diantara utusan Nabi itu yang tewas demikian juga musuh, sementara ada yang tertawan, termasuk yang tertawan itu adalah Zaid bin Dasinah. Dalam keputusan musuh Zaid harus digantung dihadapan kumpulan banyak orang. Tiang gantungan didirikan di Tan’im. Para kepala suku Yahudi dan Quraisy berkumpul disekitar tiang gantungan menyaksikan musuhnya yang terluka kesakitan itu dinaikkan ke tiang g gantungan. Hidup Zaid tinggal beberapa menit ketika Abu Sufyan tokoh Quraisy yang bekerja dibalik layar dalam segala urusan, menoleh kepada Zaid seraya berkata “ Saya bersumpah dengan nama tuhhan yang engkau percayai, kiranya engkau suka bila Muhammad yang terbunuh sebagai gantimu, sedang engkau bebas dan boleh pulang “. Seketika itu juga Zaid menjawab dengan gagah dan lantang “ Saya bahkan tidak menghendaki sebatang duri menusuk kaki Nabi, walaupun untuk itu saya akan bebas “. Jawaban Zaid memberi efek besar kepada Abu Sufyan. Ia kagum akan ketulusan para sahabat Nabi. “ Sepanjang hidup saya “ katanya, “ belum pernah saya melihat sahabat dari seseorang yang demikian berbakti dan siap berkorban seperti para sahabat Muhammad “.

Ada seorang lagi sahabat Nabi dalam rombongan itu bernama Khubaib juga ditahan untuk sementara dan dinaikkan ke tiang gantungan. Ketika berdiri disisi tiang gantungan, Khubaib meminta izin kepada pemuka Quraisy dan yang berwewenang untuk mendirikan shalat. Setelah diizinkan, ia mendirikan shalat dengan singkat dan sempurna. Kemudian ia berpaling kepada pemuka Quraisy seraya berkata “ Kalau bukan karena khawatir kamu akan mengatakan bahwa saya takut mati maka saya akan shalat lebih banyak dan akan memperpanjang rukuk dan sujud ”. Kemudian ia menadahkan tangan dan berdo’a “ Ya Allah…kami melakukan kewajiban yang diamanatkan Nabi kepada kami “. Khubaibpun dinaikkan ke tiang gantungan. Sesaat sebelum mati ia berdoaYa Allah…sampaikanlah kiranya salam saya kepada Rasulullah SAW “. Keteguhan dan kecintaan Khubaib bisa mempengaruhi yang hadir sehingga ada seorang dari kalangan Quraisy bangkit menyerang Khubaib dengan pedang bertubi-tubi. Khubaib tidak bisa berbuat apa-apa karena telah diikat dan mati karena serangan itu, jenazahnya dibiarkan di tiang gantungan.

Demikian keteguhan dan kecintaan para sahabat yang selalu takzim kepada Rasulullah Muhammad SAW, walaupun karenanya mereka harus mengorbankan segala yang dimiliki, termasuk nyawanya sendiri. Allah tidak mengisyaratkan wahyu sehingga Nabi bisa menahan para sahabatnya untuk berangkat menjadi da’i menyampaikan dakwah kepada manusia, karena sangat boleh jadi Allah ingin menzhahirkan keteguhan dan kecintaan para sahabat itu kepada Nabi-Nya, sehingga menjadi contoh bagi mereka yang datang belakangan, termasuk kita sekalian. Tetapi seperti siapakah kita ketika Nabi dihina dan dilecehkan ajarannya ?. Wallahu a’lam….insya Allah, bersambung.

0 comments:

Post a Comment