English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Tuesday, March 19, 2013

PPP ( P3 ) DALAM SURAH ALKAHFI

Bila menyebut PPP ( P3 ) maka orientari pemikiran, pusat perhatian kita akan tertuju pada politik dimana dalam eskalasi politik praktis kita, ada partai yang disingkat dengan P3. Bukan itu yang kita maksudkan tetapi P3 yang kita maksudkan disini adalah isi kandungan yang terdapat dalam surah Al-Kahfi. Surah yang didaulatkan sebagai penawar segala kerumitan hidup, atau surah yang dipercayai sebagai jawaban atas segala problematika yang dihadapi oleh seseorang. Dikatakan bahwa bila seseorang dihimpit masalah yang sukar dan sulit maka hendaklah dia membaca surah tersebut secara dawam ( terus menerus ) sambil berniat mudah-mudahan Allah menghilangkan segala masalah yang dihadapinya. Kita prihatin dan khawatir jangan sampai umat Islam tergelincir aqidahnya sehingga beranggapan bahwa surah tersebut yang menghilangkan segala kerumitan yang dihadapi, tetapi hendaklah di I’tikadkan bahwa Allah yang menghilang kan segala problema, surah hanyalah wasilah ( perantara ).

Isi kandungan surah Al-Kahfi yang kita singkat dengan P3 yaitu : yang pertama, kisah Nabi Musa AS belajar kepada seorang guru alim yang oleh para ulama mufassir ( penafsir Al-Qur’an ) disepakati sebagai Nabi Khaidir AS. Yang kedua, kisah pemuda penghuni gua yang juga disepakati oleh para mufassir jumlah mereka sebanyak tujuh orang. Dan yang ke tiga yaitu kisah Raja Agung ( maha raja / kaisar ) Iskandar Dzulqarnain, yang kekuasaannya hamper meliputi seluruh permukaan bumi. Tiga isi kandungan surah Al-Kahfi ini bila di singkat dengan P3 maka “P“ yang pertama adalah Penuntut ilmu, “P“ yang kadua adalah para pemuda dan “P” yang ketiga adalah penguasa.

Penuntut ilmu yang kita masukkan dalam akronim ( singkatan ) “P” yang pertama adalah kisah pengembaraan Nabi Musa AS yang berguru kepada Nabi Khaidir AS. Disini menjadi pelajaran bagi kita terutama mereka-mereka yang tengah belajar, entah belajar dalam institusi mana saja, apakah secara informal, formal maupun non formal hendaklah berkaca pada kisah ini. Seorang murid hendaklah diam sebelum guru memperkenankan nya untuk berbicara atau melakukan tindakan. Nabi Musa sebagai murid dalam hal ini diberikan syarat oleh Nabi Khaidir sebagai guru bahwa Musa boleh mengikuti dan belajar kepadanya ( Khaidir ) tetapi syaratnya Musa tidak boleh bertanya atau berbicara sebelum diterangkan oleh Khaidir, apa yang telah diperbuatnya. Musa menyanggupi sehingga keduanya mulai mengembara untuk menakar rahasia ilmu yang tersembunyi dibalik alam nyata ini.

Tetapi baru pertama kali Khaidir memocorkan perahu, Musa sudah mengomel “ Kenapa engkau membocorkan perahu yang akan meneggelamkan penumpangnya dan tidak diizinkan oleh pemiliknya. Sesungguhnya engkau telah berbuat dosa “. Khaidir menegur “Bukankah engkau telah berjanji tidak akan bertanya apa yang saya lakukan” ?. Musa meminta maaf kepada Khaidir agar sudi bersama lagi, dan dia ( Musa ) berjanji tidak akan bertanya lagi. Perjalanan diteruskan dan sampailah mereka ke darat dan keduanya bertemu dengan seorang anak. Khaidir serta merta membunuh anak itu dan sekali lagi Musa lupa akan janjinya sehingga dia bertanya “ Mengapa engkau membunuh seorang manusia yang dilarang untuk membunuh, sesungguhnya engkau telah membuat murka “. Khaidir sekali lagi menegur Musa dan Musa meminta maaf serta berjanji kalau dia bertanya lagi maka janganlah dilanjutkan lagi. Khaidir memaafkan dan perjalanan dilanjutkan sehingga keduanya sampai ke sebuah kampung. Rasa laparpun tiba sehingga keduanya meminta makanan kepada penduduk tersebut, tetapi penduduk disitu enggan memberikan makanan. Keduanya ( Khaidir dan Musa ) dalam keadaan lapar tetapi mereka mendapati sebuah rumah yang roboh, maka Khaidir mengajak Musa untuk memperbaiki rumah itu. Setelah memperbaiki Musa berkata “ Kalau engkau mau engkau akan memintakan upahnya “. Mendengar itu Khaidir berkata bahwa saatnya kita berpisah sebab engkau tidak bisa diam dengan apa yang saya lakukan. Khaidir menerangkan semua yang dilakukan itu bukan atas kehendaknya sendiri tetapi atas perintah Allah dan keduanyapun berpisah.

Pelajaran yang dapat dipetik dari kisah ini adalah bahwa seorang murid hendaklah diam dalam menuntut ilmu, sebagaimana sabda Nabi SAW yang artinya “ Permulaan dari ilmu itu ialah diam “. Seorang murid bisa berbicara ketika gurunya selesai menerangkan dan andaikan ada yang kurang jelas dll barulah ditanyakan. Yang kedua murid hendaklah disiplin memegang janji bahwa janji dalam belajar bukan hanya kepada guru tetapi juga kepada Allah. Yang ketiga belajar bukan hanya sekedar memenuhi tuntutan duniawi tetapi didalamnya ada pesan moral yang akan dipertanggungjawabkan kepada Allah di akhirat. Sebagaimana Khaidir melakukan sesuatu bukan karena memenuhi tuntutan murid tetapi apa yang dilakukannya adalah sesuai dengan perintah dari Allah kepadanya.

Isi kandungan yang kita sebuat sebagai “P” yang kadua yaitu pemuda. Dalam hal ini adalah pemuda penghuni gua atau yang disebut sebagai “Ashabul kahfi”. Alkisah bermula ketika penduduk di suatu negeri di zaman bani Israil diperlakukan secara dzalim oleh seorang raja dimana penduduk dipaksa untuk mengikuti agama sang raja dan menjauhi agama tauhid. Ada tujuh pemuda dari penduduk itu yang tidak mau mengikuti agama sang raja, mereka tetap berpegang teguh pada agama tauhid peninggalan Musa AS. Raja memerintahkan agar tujuh pemuda itu segera ditangkap, maka serdadu kerajaanpun keluar mencari tujuh pemuda itu. Tetapi tujuh pemuda itu lolos dari kejaran dan mereka bersembunyi disebuah gua. Ikut bersama mereka seekor anjing. Atas izin Allah mereka tidur dalam gua itu cuma satu malam tetapi dibalikkan oleh Allah seperti mereka tidur selama 309 tahun.

Ketika bangun, mereka saling bertanya berapa lama kita tidur ? Sementara anjing yang ikut bersama mereka telah menjadi tulang-belulang. Dalam pada itu mereka lapar dan mengutus seorang ke kota untuk membeli makanan. Sesampainya di kota para penjual di kota itu tidak mau menerima uang yang dibawa, karena sudah tidak berlaku lagi selama hamper 300 tahun lebih. Sementara pemuda itu terheran-heran karena uang itu baru mereka bawa ke gua pada sehari sebelumnya. Orang-orangpun menjadi gempar dengan peristiwa itu, sehingga mereka ingin tahu keberadaan pemuda itu dengan teman-temannya. Mereka mengejar pemuda itu sampai di gua itu dan ternyata pemuda itu dan enam orang kawannya semuanya meninggal seketika. Orang-orang manjadi heran akan peristiwa itu namun demikianlah Allah maha kuasa membolak balikkan keadaan. Allah menyelamatkan tujuh pemuda itu dari kedzaliman musuh-musuhnya.

Adapun “P” yang ketiga yaitu Penguasa dalam hal ini Raja agung Iskandar Dzulqarnain yang kekuasaannya hempir meliputi seluruh permukaan bumi. Dzulqarnain adalah potret penguasa yang selalu mentadbir ( memerintah ) dengan berpandu pada firman Allah SWT. Dengan kekuasaannya dia selalu berdakwah mengajak manusia untuk bertuhan kepada Allah SWT, menjauhi penyembahan berhala. Dzulqarnain selalu menolong orang-orang yang susah, memebebaskan orang-orang yang tertindas. Misalnya ketika masyarakat di suatu tempat meminta agar Dzulqarnain membebaskan mereka dari gangguan Yakjuz dan Makjuz. Para ulama menafsirkan bahwa Yakjuz dan Makjuz adalah suatu kaum yang selalu membuat kerusakan di muka bumi. Maka Dulqarnain membuat benteng dari baja untuk membendung angkara murka dari Yakjuz dan Makjuz itu. Para ulama menafsirkan bahwa suatu saat nanti apabila benteng tersebut bocor ( roboh ) maka dari sinilah keluarlah Dajjal yang akan membuat huru hara, mempengaruhi manusia menjadi kafir kepada Allah, sedangkan orang beriman akan dibunuh oleh Dajjal. Riwayat lain menyebutkan bahwa dalam zaman-zaman ini bertemulah Dajjal dengan Nabi Isa Al-Masih dimana Isa Al-Masih akan membunuh Dajjal.

Hikmah yang dapat diambil dari kisa diatas bahwa para pendakwah kebenaran hendaklah teguh pendirian sebab Allah akan melindungi orang-orang yang didzalimi sebagaimana para Ashabul Kahfi. Para penguasa hendaklah memerintah dengan berpedoman pada wahyu Allah, mengajak pada yang makruf dan mencegah yang mungkar. Demikian…. Wallaahu a’lam. @...raz. Oleh: Abd. Razak Muhidin

0 comments:

Post a Comment