English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Friday, February 28, 2014

POLITIK BANJIR DAN BANJIR POLITIK

Abd. Razak Muhidin
Bukan sebuah sensasi yang hendak dicari dengan judul sebagai mana tercantum diatas, tetapi bisa dibahasakan sedemikian ketika musim tengkujuh tiba (istilah Malaysia) yang bermakna musim penghujan tiba, dimana musim yang disebut sebagai rahmat karena turunnya hujan dengan skala yang besar atau lama dan kita dikejutkan dengan banjir bandang, banjir dadakan, banjir longsor, banjir tsunami dll, yang sudah menjadi langganan kita. Maaf…sekedar bergurau, sebab kita semua tidak suka kedatangan musibah dan bencana, karena secara fitrahnya kita menginginkan kebahagiaan, kesejahteraan, juga rahmat dan kasih sayang Allah yang berterusan. Meskipun demikian apabila sudah menjadi kehendak (takdir) Allah maka kita hendaklah pasrah menerimanya dengan ikhlas, sabar dan berusaha untuk menanggulangi musibah tersebut. Demikianlah hendaknya terutama saudara-saudara kita sebangsa dan setanahair yang tertimpah musibah seperti di Karo, Jakarta, Menado, persekitaran gunung Kelud dll, tidak ketinggalan dengan mereka yang ada diluar negeri.

Pada fitrahnya manusia disebut sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup degan kekuatannya sendiri tetapi bergantung kepada lingkungannya. Sebagai makhluk sosial manusia cendrung hidup senasib sepenanggungan, selalu tolong menolong, bantu membantu. Kecendrungna seperti ini tercermin dari sikap tanggap pada mereka-mereka yang tertimpah musibah, lalu bertadatanganlah orang-orang ke lokasi musibah untuk melihat secara langsung, berbagi rasa dengan mereka yang ada di sana, dan memberikan bantuan berupa tenaga dan materi juga pikiran. Pemberian bantuan itu datangnya dari orang yang biasa-biasa saja sampai yang luar biasa, dari pemimpin besar sampai masyarakat awam, dari para jurnalis dan para artis dll. Semua mereka yang memberi bantuan diatas bila dipukul rata saja dari sumbangsih yang mereka berikan kita sebuat sebagai yang biasa-biasa saja, tetapi yang membuat semuanya menjadi luar biasa apabila semua bantuan itu kita sebut mengikuti judul diatas yaitu pemberian sumbagan dll yang menjurus pada politik banjir dan banjir politik.

Mengapa demikian menjadi luar biasa?...Tidak lain banjir yang terjadi ditahun politik tentu lebih mentel (maaf) bila dibanding dengan banjir ditahun yang bukan tahun politik. Sebab kalau banjir yang terjadi di tahun politik tentu bukan hanya banjir dalam bentuk air bah yang datang tetapi banjir politik juga datang bersamaan. Bahkan lebih dahsyat lagi banjir yang datang bersamaan dengan politik itu dipleset sedikit menjadi politik banjir. Banjir politik artinya semakin tingginya tensi persaingan politik dalam seluruh aktifitas kita, apalagi lambang-lambang perpolitikan kita ikut tertonjol dalam penanganan banjir, maka banjir pun menjadi berwarna warni. Ada banjir yang berwarna merah, biru, hijau, kuning dll. Dan apabila diplesetkan lagi menjadi politik banjir, maka segala kebijakan dalam menangani masalah banjir juga semakin mewarnai suasana. Naïf sungguh bencana atau musibah yang terjadi pada akhir-akhir ini ketika paradigma perubahan itu telah terjadi dalam strata sosial poitik kita, sehingga walau apapun bahasa santun, tulus ikhlas yang diikrarkan dalam rangka membantu dan menanggulangi bencana yang terjadi terasa seakan sudah tidak sesuai lagi.

Banjir politik hanya terasa semakin hingar bingarnya ketika memasuki tahun politik tetapi banjir politik yang dibawa ke daerah yang terkena musibah bisa saja menghanyutkan mereka-mereka yang sudah tertimpah musibah itu. Sebab sangat boleh jadi apa-apa yang dibawa atau dilakukan itu juga bisa menjadi banjir bagi mereka-mereka yang ada disana. Ada smibol politik dari kelompok tertentu yang ditonjolkan ketika kejadian banjir itu, bisa dikatakan bahwa masyarakat khususnya mereka-mereka yang tertimpah musibah itu tidak hanya mengalami banjir air bah, banjir bandang dll yang akan menghancur-leburkan mereka , tetapi bisa juga dengan apa yang kita berikan kepada mereka karena simbol-simbol politik juga merupakan banjir bagi mereka. Masih lebih baik banjir air bah dll karena banjir seperti itu adalah murni datang dari Tuhan (Allah), tetapi banjir yang datang bersama simbol-simbol politik, membuat mereka yang tertimpah musibah semakin bingung ditengah suasana kekalutan mereka. Mengapa bingung ?... Sudah tentu, ketika pemilu nanti mau pilih yang mana. Yah…namanya juga pemilu artinya orang yang pilu karena telah dipilukan dengan simbol-simbol itu.

Lain lagi dengan politik banjir, bahwa sangat boleh jadi simbol-simbol politik yang ditampilkan ketika terjadi banjir atau musibah itu semakin menjadi polemik yang berke-panjangan apabila antara kelompok dari simbol politik yang satu beraksi dalam rangka pencitraan dan pemakzulan kepada simbol politik yang lain. maka sangat boleh jadi segala bantuan banjir (bencana) yang tadinya sudah penuh dengan warna warni politik bisa disabotase atau dimanipulasikan oleh kelompok tertentu. Katakanlah ada yang memberi bantuan berupa beras dengan harga yang rendah maka kelompok yang satu mulai beraksi dengan memberi bantuan berupa beras juga tetapi harganya lebih mahal yang tentunya berasnya pun bermutu dan enak cita rasanya. Dalam kondisi seperti ini maka pencitraan tentunya cendrung pada kelompok tertentu dan pemakzulan akan terjadi pada kelompok tertentu. Bahkan lebih jahat lagi kalau otak-otak macheavelli (tokoh kontroversial) itu yang mau dimainkan maka beras dari kelompok tertentu harus diberi racun dll, sehingga ketika dikonsumsi akan berakibat fatal bagi yang mengkonsumsi, tentu lebih mengharubirukan. Walaupun ilustrasi racun-racunan seperti ini belum terjadi dalam penanganan bencana kita tetapi dengan kecenrungan pada simbol-simbol sebagaimana dipaparkan diatas bisa saja terjadi suatu saat nanti.. Naudzu billah.

Bahkan sinyelemen kepentingan pencitraan dan pemakzulan itu sudah bisa dibaca ketika para elit mulai bermain dan bersilat lidah tentang masalah banjir atau bencana lainnya. Kelompok yang satu mulai mengklaim bahwa kelompok yang ini dan kelompok yang itu tidak becus menangani bencana. Bahkan kalau perlu difitnah dengan seribu satu macam cara, maka masalah yang tadinya adalah murni dari gejala alam dan kehendak Tuhan (Allah), sudah berbalik menjadi masalah yang sengaja diciptakan, itu bisa saja terjadi. Bila kondisi seperti ini telah terjadi maka banjir atau bencana yang terjadi bisa dikatakan sebagai banjir politik dan politik banjir. Maka kelompok yang satu berusaha agar banjir itu bisa dicegah dengan upaya preventif yaitu dengan beberapa metode atau cara yang harus dilakukan dan usaha itupun mulai dikebut dan harapan dari masayarakat akan efektifnya metode itupun tertumpah.. Tetapi demikianlah yang terjadi dengan politik banjir dan banjir politik, sehingga yang lain justru berusaha agar semua itu menjadi gagal sebab kalau berhasil maka pencitraan itu menjadi milik kelompok yang lain. Maka terjadilah apa yang didendangkan dalam lagu selama ini “Yang satu mengobati yang lain menyakiti, yang satu membangun yang lain menghancurkan”. Sekali lagi naudzu billah.

Paparan ini hanya sekedar ilustrasi ngeri yang bakal akan terjadi andaikan sikap laku kita terlebih dalam hal-hal yang seharusnya memerlukan nurani yang tulus ikhlas dalam menangani justru bisa saja berbalik arah apabila pamrih kita pada kepentingan diri dan kelompok masih saja bercampur baur didalamnya. Bahkan pemerintah sendiri bisa saja terikut dengan cara simbol-simbol kelompok apabila figure yang turun mewakili pemerintah menampilkan diri mengikuti kelompoknya, atau sekurang-kurang masyarakat akan mengabadikan dalam memori bahwa tokoh atau figure yang datang ketika bencana itu adalah dari kelompok ini dan kelompok itu. Naudzubillah…kita berlindung kepada Allah dari banjir politik dan politik banjir. Wallahu a’lam.

0 comments:

Post a Comment